Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bitcoin Tembus 80.000 Dollar AS, Pasar Kripto Menghijau Meski Dihantui Kebijakan Tarif Trump

Kompas.com - 08/04/2025, 18:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pasar kripto menunjukkan pemulihan signifikan pada Selasa (8/4/2025), dengan harga Bitcoin kembali menembus level 80.000 dollar AS (sekitar Rp 1,28 miliar, kurs Rp 16.000 per dollar AS) setelah sempat terkoreksi ke 74.000 dollar AS (sekitar Rp 1,18 miliar) pada hari sebelumnya.

Beberapa altcoin utama seperti HYPE, TAO, HBAR, MKR, KAS, SUI, dan RENDER mencatat lonjakan harga lebih dari 10 persen dalam 24 jam terakhir.

Meski ada pemulihan harian, secara mingguan pasar kripto masih berada dalam tren menurun. Kapitalisasi pasar saat ini tercatat sebesar 2,591 triliun dollar AS (sekitar Rp 41.456 triliun), lebih rendah dibandingkan 1 April lalu yang mencapai 2,766 triliun dollar AS (sekitar Rp 44.256 triliun), menurut data dari Coingecko.

Namun, volume perdagangan mengalami lonjakan dari 108 miliar dollar AS (sekitar Rp1.728 triliun) menjadi 239 miliar dollar AS (sekitar Rp3.824 triliun).

Baca juga: Tren Kripto di Persimpangan Jalan, Akankah Bullish Berlanjut?

Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menilai bahwa penguatan pasar hari ini salah satunya didorong oleh ekspektasi positif terhadap data inflasi Amerika Serikat yang akan dirilis dalam waktu dekat.

“Data CPI AS yang akan dirilis pada 10 April ini berpotensi memberikan angin segar bagi pasar jika kenaikannya sesuai proyeksi ekonom di angka 2,5 persen secara tahunan. Jika benar, ini akan menjadi inflasi tahunan terendah sejak September lalu,” ujar Fahmi, melalui keterangan pers, Selasa (8/4/2025).

Namun, Fahmi juga mengingatkan bahwa sentimen positif tersebut bisa terbatas, mengingat meningkatnya kekhawatiran terhadap kebijakan baru Donald Trump terkait tarif impor yang berpotensi memicu inflasi baru.

“Indikator Tariff Fear gauge UBS menunjukkan penurunan dari 30 persen pada Maret menjadi 11 persen pada April. Ini mengindikasikan pasar belum sepenuhnya memahami dampak kebijakan tarif tersebut. Menurut UBS, tarif rata-rata impor AS bisa naik dari 2,5 persen menjadi 24 persen, yang berisiko menyusutkan ekonomi AS hingga 2 persen dan mendorong inflasi tahunan ke level 5 persen,” jelas Fahmi.

Baca juga: Pelemahan Rupiah dan Peluang Investasi Kripto di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Di tengah ketidakpastian ini, Bitcoin dinilai memiliki potensi sebagai aset lindung nilai atau inflation hedge, mirip seperti emas.

“Jika saat ini harga emas menembus rekor tertingginya, maka bukan tidak mungkin perhatian investor mulai beralih ke Bitcoin sebagai alternatif,” katanya.

Sentimen ini diperkuat oleh tren positif di instrumen ETF Bitcoin spot AS. Pada periode 1–7 April, arus keluar neto tercatat sebesar 202,1 juta dollar AS (sekitar Rp 3,23 triliun), jauh lebih kecil dibandingkan periode 1–7 Maret yang mencapai 739,2 juta dollar AS (sekitar Rp 11,83 triliun), mengacu data Coinglass.

“Minimnya tekanan jual membuat Bitcoin menarik bagi investor jangka panjang. Strategi akumulasi bertahap bisa menjadi opsi untuk mempersiapkan portofolio menghadapi potensi kebangkitan sentimen positif. Bagi trader aktif, volatilitas saat ini bisa dimanfaatkan untuk strategi jangka pendek,” tambah Fahmi.

Ia juga merekomendasikan strategi Dollar-Cost Averaging (DCA) pada aset kripto berkapitalisasi besar, dengan memanfaatkan fitur diversifikasi seperti Packs di platform Reku yang memungkinkan investasi pada beberapa aset kripto sekaligus.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau