Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Steph Subanidja
Dosen

Guru Besar Ilmu Manajemen, Dosen Program Studi Doktor Manajemen Berkelanjutan, Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Perbanas

Raja Ampat dan Tiga Wajah Pembangunan: Manusia, Alam, dan Keuntungan

Kompas.com - 08/06/2025, 06:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RAJA Ampat bukan hanya destinasi pariwisata kelas dunia, tetapi juga jantung ekologi laut global. Namun di tengah reputasi itu, bayang-bayang tambang nikel mulai merangsek masuk.

Atas nama penghiliran industri baterai nasional, eksplorasi dan penghiliran nikel mulai dirancang, bahkan di area yang berdekatan dengan kawasan konservasi.

Pemerintah akhirnya menghentikan sementara aktivitas tambang tersebut— langkah yang mencerminkan kegelisahan dan pertarungan nilai di balik pembangunan.

Apakah kita telah abai terhadap manusia dan alam demi keuntungan ekonomi?

Ketimpangan tiga wajah pembangunan

Konsep Triple Bottom Line yang dikemukakan oleh John Elkington mengusulkan bahwa keberhasilan suatu organisasi tidak hanya diukur dari keuntungan (profit), tetapi juga dari dampaknya terhadap masyarakat (people) dan lingkungan (planet) (Elkington, 1997).

Dalam konteks tambang nikel Raja Ampat, prinsip ini tampak diabaikan.

Baca juga: Tambang Nikel Raja Ampat: Ironi Narasi Transisi Energi Hijau

Berdasarkan kecenderungan proyek ekstraktif di wilayah timur Indonesia, porsi distribusi manfaat dapat diperkirakan mencapai sekitar 70 persen untuk profit (korporasi dan investor), 20 persen untuk people (masyarakat lokal dan pekerja), dan hanya 10 persen untuk planet (upaya konservasi dan mitigasi dampak lingkungan).

Padahal, pendekatan keberlanjutan yang ideal menyarankan distribusi yang lebih seimbang, yakni 40 persen profit, 30 persen people, dan 30 persen planet (Elkington, 1997).

Sementara itu, standar ESG (Environmental, Social, Governance) yang kini menjadi tolok ukur dalam dunia investasi global menekankan bahwa setiap kegiatan bisnis harus mempertimbangkan dampak lingkungannya, tanggung jawab sosialnya, dan integritas tata kelolanya (World Economic Forum, 2020).

Prinsip ini secara langsung berkelindan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDG’s), khususnya tujuan 13 (penanganan perubahan iklim), 14 (ekosistem laut), dan 15 (ekosistem darat) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations, 2015).

Apakah ada tambang yang tidak merusak lingkungan?

Pertanyaan krusial yang kerap diajukan dalam diskursus keberlanjutan adalah: Apakah mungkin ada penambangan yang tidak merusak lingkungan?

Jawabannya: secara teknis sulit untuk benar-benar “tanpa dampak”, tapi memungkinkan untuk “minim dampak dan dapat dipulihkan”, asalkan dilakukan dengan pendekatan teknologi hijau dan tata kelola berbasis ESG.

Beberapa negara telah mengembangkan model low-impact mining atau green mining.

Contohnya adalah praktik pertambangan nikel di Finlandia oleh perusahaan Terrafame, yang mengelola tambang nikel dan kobalt secara closed loop menggunakan teknologi biolindi (bioleaching) untuk mengekstraksi logam dari tanah tanpa penggunaan bahan kimia berbahaya dan tanpa membuang tailing langsung ke lingkungan.

Mereka juga menerapkan sistem pengolahan limbah terpadu dan reklamasi lahan secara paralel dengan proses tambang (Terrafame, 2021).

Di Kanada, tambang nikel milik Vale di Sudbury menjadi contoh peralihan dari eksploitasi ekstrem menuju restorasi ekosistem.

Baca juga: Raja Ampat: Surga Biodiversitas yang Diterpa Dilema Global

 

Area yang dulunya tandus karena limbah tambang kini menjadi kawasan hijau hasil reklamasi selama dua dekade dengan dukungan masyarakat dan universitas lokal (Vale Canada, 2020).

Ini menunjukkan bahwa praktik tambang yang tidak merusak secara permanen adalah mungkin, asalkan ada kemauan politik, teknologi, dan tanggung jawab sosial.

Namun, perlu diingat: kondisi geografis dan ekologis seperti Raja Ampat sangat berbeda dari Kanada atau Finlandia, karena merupakan kawasan dengan ekosistem rapuh dan keragaman hayati laut yang tak tergantikan.

Oleh karena itu, meskipun tambang dapat “diminimalkan dampaknya” di beberapa tempat, pendekatan terbaik untuk Raja Ampat adalah mencegah kerusakan sejak awal, bukan memperbaiki setelah kerusakan terjadi.

Sikap kritis dan strategis masyarakat: Melampaui protes

Protes publik adalah bentuk ekspresi demokrasi, tetapi masyarakat memiliki potensi lebih besar dari sekadar turun ke jalan.

Mereka dapat membentuk forum warga, mengaktifkan musyawarah adat, hingga membangun jejaring advokasi dengan LSM dan akademisi.

Penguatan posisi masyarakat dalam sistem perizinan tambang sangat bergantung pada implementasi prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC)—yang menjadi bagian penting dari Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations, 2007).

Masyarakat juga dapat mendorong pembentukan koperasi lingkungan, menyusun kajian dampak sosial secara partisipatif, serta menuntut ruang keterlibatan formal dalam setiap tahap proyek, mulai dari desain, pelaksanaan, hingga evaluasi.

Baca juga: Papua Bukan Tanah Kosong: Save Raja Ampat!

Pemerintah perlu mengintegrasikan ESG dan SDG’s ke dalam regulasi nasional sektor ekstraktif secara operasional, bukan simbolik (World Economic Forum, 2020; United Nations, 2015).

Pemerintah juga wajib menetapkan batas kawasan konservasi ekologis yang tidak boleh disentuh industri, serta membuka hasil evaluasi AMDAL ke ruang publik secara berkala.

Perusahaan wajib menyusun Benefit Allocation Plan dengan formula keberlanjutan, misalnya 30 persen planet, 30 persen people, dan 40 persen profit.

Audit ESG perlu dilakukan secara berkala oleh lembaga independen dan hasilnya dipublikasikan secara terbuka, mengikuti pedoman pelaporan keberlanjutan global seperti Global Reporting Initiative (GRI, 2021).

Sementara itu, masyarakat perlu meningkatkan literasi ekologis, memperkuat kapasitas organisasi lokal, dan aktif dalam proses pengawasan serta advokasi. Tidak hanya menuntut, tetapi juga mengajukan alternatif kebijakan berbasis kearifan lokal dan keberlanjutan.

Penghentian sementara tambang di Raja Ampat adalah momen reflektif untuk menyusun ulang peta jalan pembangunan.

Proyek semacam ini harus menjadi arena pembuktian bahwa keberlanjutan bukan hambatan bagi kemajuan, melainkan fondasi bagi pembangunan jangka panjang.

Jika pemerintah menyusun kebijakan berbasis data dan prinsip keberlanjutan, perusahaan tunduk pada etika ekologis, dan masyarakat terlibat aktif, maka tambang di Raja Ampat bisa menjadi contoh baik.

Bukan sebagai simbol perluasan rakus, tetapi sebagai bukti bahwa manusia, alam, dan ekonomi bisa berjalan seiring.

Apakah kita siap menulis ulang masa depan pembangunan Indonesia—dimulai dari Raja Ampat—sebagai narasi kemajuan yang berpihak pada semua makhluk dan semua generasi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
Ekbis
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Ekbis
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Ekbis
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
Ekbis
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
Ekbis
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban  hingga ke Pelosok
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban hingga ke Pelosok
Ekbis
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Ekbis
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Ekbis
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi 'Angin Segar' di Semester II 2025
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi "Angin Segar" di Semester II 2025
Cuan
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Energi
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
Ekbis
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Ekbis
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Ekbis
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
Ekbis
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
Keuangan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau