JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan komunikasi dengan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Amerika Serikat, yakni ExxonMobil dan Chevron.
Hal ini terkait rencana Indonesia untuk mengimpor minyak mentah secara langsung dari AS.
“Jadi, kami sudah berkomunikasi dengan beberapa produsen minyak di Amerika Serikat,” ucap Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung dalam acara Sarasehan Nasional bertema, “Mendorong Keberlanjutan Industri Hulu Minyak dan Gas untuk Kemandirian Energi” di Jakarta, Selasa (8/7/2025), seperti dikutip dari Antara.
Baca juga: Tarif Trump 32 Persen, Bos OJK Sebut Pasar Keuangan RI Masih Mencermati
Yuliot mengatakan, ExxonMobil memproduksi sekitar 5,5 juta barrel per hari secara global. Sementara itu, Chevron memiliki produksi global sekitar 3 juta barrel per hari.
Menurut dia, kedua perusahaan tersebut merupakan penyuplai minyak untuk Singapura, yang kemudian diekspor ke Indonesia.
“Jadi, karena saat ini posisi Indonesia membeli tidak langsung dari Amerika Serikat, kita dicatat impor dari negara lain, bukan Amerika Serikat,” tutur dia.
Yuliot pada Jumat (4/7/2025) sempat mengungkapkan bahwa ke depannya, pemerintah berupaya agar impor minyak mentah dapat tercatat sebagai impor dari AS. Hal tersebut merupakan upaya untuk menyetarakan neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS.
Penyetaraan neraca perdagangan adalah bagian dari negosiasi pemerintah Indonesia agar AS menurunkan tarif resiprokalnya terhadap produk impor Indonesia.
Tarif resiprokal AS terhadap Indonesia sebesar 32 persen, tutur Yuliot, akan sangat berdampak bagi komoditas ekspor Indonesia, sebab AS merupakan salah satu negara tujuan ekspor utama.
“Dari sisi energi, kami berusaha untuk membuat keseimbangan dengan Amerika Serikat. Kami merencanakan impor energi dari AS, karena kan selama ini juga kami mengimpor dari beberapa negara,” kata Yuliot.
Adapun komoditas yang akan diimpor oleh Indonesia dari AS terdiri atas minyak mentah (crude) dan LPG.
ilustrasi harga minyak mentahSelain itu, Indonesia juga menawarkan AS untuk berinvestasi di logam tanah jarang dan sektor pertambangan Indonesia.
Sebagai informasi Presiden AS Donald Trump memutuskan tetap mengenakan tarif impor 32 persen kepada Indonesia, tidak berubah dari nilai "tarif resiprokal" yang diumumkan sebelumnya pada April lalu, meski proses negosiasi dengan pihak Indonesia terus berlangsung intensif.
Sejumlah mitra Indonesia di Asia Tenggara menerima pengurangan nilai tarif impor dari yang sebelumnya ditetapkan AS, seperti Thailand dan Kamboja yang sama-sama dikenakan tarif tambahan 36 persen dibandingkan yang sebelumnya sebesar 36 dan 49 persen.
Nasib berbeda dialami Malaysia yang kini terkena tarif impor 25 persen, justru naik satu poin persen dari nilai tarif sebelumnya sebesar 24 persen.
Baca juga: Indonesia Kena Tarif Trump 32 Persen, Wamen ESDM Sebut Rencana Impor Energi dari AS Tetap Lanjut
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang