Bangun menjelaskan, kliennya NS juga tidak termasuk dalam kontak penjamin dari pinjaman seseorang. "Jadi pokoknya bukan nasabah di AdaKami sekarang," tegas Bangun.
Ia menjelaskan, proses gugatan yang saat ini sedang berlangsung turut melibatkan Bank Hana sebagai turut tergugat.
Pasalnya, pada kesempatan sebelumnya, dinilai tidak memberikan kemudahan bagi kliennya dalam memberikan surat keterangan bukan nasabah tersebut.
"Bagi klien kami yang stres, itu kan ketika ada surat keterangan lebih menenangkan dia, ternyata oleh Bank Hana pun tidak mau mengeluarkan surat, karena bukan nasabahnya," ungkap dia.
Belakangan, ia menyebut terdapat kesamaan nama antara kliennya yang berinisial NS dengan nasabah Bank Hana yang memiliki nama serupa. "Nama NS-nya ada, tetapi bukan NS yang ini gitu. Jadi orang membuka rekening di sana atas nama klien kami, tetapi bukan klien kami," ujar dia.
Bank Hana juga disebut telah melakukan verifikasi ke identitas tersebut dan mengamini bahwa pemilik rekening tersebut bukan NS yang menjadi kliennya. "Bahwa ini korban, korban penyalahgunaan KTP-nya gitu, jadi diterror," tutup dia.
Sebelumnya, fintech peer-to-peer lending PT Pembiayaan Digital Indonesia atau AdaKami memberikan tanggapan terkait gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
Chief of Public Affairs AdaKami, Karissa Sjawaldy, mengatakan, pihaknya akan mengikuti seluruh proses hukum yang berlangsung.
"Dapat kami sampaikan, AdaKami akan menghormati dan mengikuti seluruh proses hukum yang akan berlangsung. Saat ini, kami sedang berkoordinasi di internal terkait hal ini," ujar dia kepada Kompas.com, Selasa (26/8/2025).
Ia menambahkan, sebagai platform pinjaman daring (Pindar) legal yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AdaKami senantiasa tunduk pada ketentuan yang berlaku. "Serta berkomitmen memberikan akses keuangan tepercaya dengan memastikan keamanan dan kenyamanan pengguna," imbuh dia.
Dalam pemberitaan sebelumnya, melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Jakarta Selatan, diketahui salah seorang penggugat fintech lending AdaKami mengaku menerima teror dari AdaKami yang kemudian berdampak pada kondisi kesehatannya.
Perkara tersebut terdaftar dengan nomor 852/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL pada Rabu (20/8/2025) dengan penggugat berinisial NS.
Nilai sengketa dari perkara ini adalah Rp 2,005 miliar atau dua miliar lima juta rupiah.
Baca juga: AdaKami Digugat Nasabah Buntut Dugaan Teror Penagihan, Ini Kata Asosiasi Fintech
Kerugian sejumlah Rp 5 juta untuk ongkos transportasi membuat laporan, somasi, dan biaya transportasi ke persidangan di PN Jaksel, serta panjar biaya perkara.
Selain itu, beberapa kerugian immaterial yang menjadi landasan laporan ini adalah rasa takut penggugat yang akan dipermalukan oleh tergugat.
Dalam petitumnya, penggugat berinisial NS juga mengaku mengalami penurunan kesehatan terkait dengan teror dari pihak AdaKami. "Kondisi kesehatan penggugat yang menurun akibat teror tergugat sehingga penggugat memutuskan untuk work from home (WFH)," kata dia dalam petitum tersebut.
Tak hanya itu, penggugat juga mengalami rasa cemas, mengingat riwayat kesehatan yang harus menjaga tingkat kestabilan tekanan darah. "Kerugian immaterial penggugat ini dinilai dengan nilai tidak kurang dari Rp 2 miliar," imbuh petitum tersebut.
Selain AdaKami, tuntutan tersebut juga turut menggugat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), dan PT Bank KEB Hana Indonesia (Bank Hana).
Baca juga: Duduk Perkara Gugatan ke AdaKami, Bukan Nasabah tapi Diteror Seperti Penunggak Pinjaman
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini