Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singgung soal Sejarah Dipotong, Megawati: Sejarah Hanya Ketika Zaman Orde Baru

Kompas.com - 07/06/2025, 15:35 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menyinggung soal sejarah yang dipotong sehingga yang menjadi bagiannya hanyalah semenjak era Orde Baru (Orba).

Padahal, ada masa di mana Presiden Pertama RI, Soekarno memperjuangan Kemerdekaan Indonesia dan menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu disampaikannya saat memberi sambutan di acara pameran foto milik sang kakak, Guntur Soekarnoputra yang bertajuk 'Pameran Foto Gelegar Foto Nusantara 2025: Potret Sejarah dan Kehidupan di Galeri Nasional (Galnas) Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).

"Menjadi Indonesia itu bukannya gampang, tapi sekarang sepertinya sejarah itu hanya dipotong, diturunkan TAP (TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967) ini, lalu yang namanya sejarah itu hanya ketika zaman order baru,” kata Megawati.

Baca juga: Megawati hingga Fadli Zon Hadiri Pameran Foto Karya Guntur Soekarnoputra

Menurut Megawati, pemotongan sejarah tersebut terjadi saat turunnya TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.

“Padahal, saya suka mengatakan, kalau memberi ceramah, saya ingin bilang, kalau ada yang tidak setuju angkat tangan, (sebut) nama, nomor telepon, nanti ketemuan sama saya,” ujar Megawati.

“Saya bisa menerangkan bahwa ini adalah aliran sejarah yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang seharusnya sebagai insan Republik ini, tahu apa dan bagaimana sejarah kita,” katanya lagi.

Untuk itu, Megawati mengungkapkan, tengah mengumpulkan para ahli sejarah agar sejarah yang ada tidak lagi mengalami pemotongan atau kekeliruan.

“Kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhineka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua. Tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan,” ujarnya.

Baca juga: Pesan Rahasia Antara Prabowo dan Megawati, Sinyal PDIP Merapat?

Pencabutan TAP MPRS 33/1967

Untuk diketahui, TAP MPRS 33/1967 merupakan satu dari sederet ketetapan MPRS yang dikeluarkan berkaitan dengan kemelut peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, dalam TAP MPRS 33/1967 disebutkan bahwa pidato Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara tidak memenuhi harapan rakyat pada umumnya, anggota-anggota MPRS pada khususnya.

Pidato Nawaksara adalah pidato pertanggungjawaban Soekarno yang dikemukakan di depan Sidang Umum ke-IV MPRS pada 22 Juni 1966. Nawaksara artinya sembilan pokok masalah.

Dalam Tap MPRS disebutkan bahwa pidato Nawaksara tidak memuat secara jelas pertanggungjawaban tentang kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi, G30S/PKI beserta epilognya, kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak.

Oleh karenanya, diputuskan pencabutan kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.

Baca juga: Isi TAP MPRS 33/1967 dan Sejarahnya

Namun, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah resmi mencabut TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tersebut.

Hal itu dilakukan dengan penyerahan surat resmi tentang tidak berlakunya TAP MPR tersebut oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) kepada pihak keluarga Bung Karno pada 9 September 2024.

“Menyatakan TAP MPRS Nomor 33/MPRS/1967 sudah tidak berlaku lagi,” ujar Ketua MPR RI saat itu, Bambang Soesatyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau