JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengungkapkan kekhawatiran terkait maraknya aliran uang haram yang diduga melewati jalur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Salah satu sumber utama uang tersebut, kata dia, bisa berasal dari praktik korupsi.
“Uang haram yang diduga mengalir lewat Bea Cukai banyak, dari korupsi saja banyak sekali,” kata Yunus, seperti dikutip dari Podcast Gaspol! Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
Yunus menilai, persoalan ini tidak bisa terus-menerus disederhanakan hanya sebagai ulah “oknum”, karena jumlah pelaku yang terlibat dinilai terlalu banyak.
Baca juga: Eks Kepala PPATK Soroti Tak Adanya Formulir Deklarasi Uang Tunai di Bandara Soekarno-Hatta
Hal itu menurut dia menunjukkan adanya masalah pada sistem secara keseluruhan.
“Ya itu persoalan, kalau melakukan kita bilang oknum. Tapi, sebenarnya terlalu banyak oknum itu,” ujar dia.
Lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum di level atas menurut dia turut memperburuk situasi.
Hal ini menyebabkan perbedaan antara uang halal dan haram menjadi kabur, serta membuka ruang bagi praktik ilegal terus menjamur.
“Artinya sistem kurang bagus, contoh di atas kurang bagus, kita tidak bisa bedain mana yang halal-haram, enforcement-nya kurang ya. Sehingga semuanya itu jadi masih ada dan masih menjamur,” ucap dia.
Yunus juga menyinggung soal indeks persepsi korupsi (CPI) Indonesia yang dinilainya stagnan selama satu dekade terakhir, bahkan masih tertinggal dari negara tetangga seperti Timor Leste.
Baca juga: Letjen Djaka Jadi Dirjen Bea Cukai, Eks Kepala PPATK: Sosok Berani Dibutuhkan, Banyak Penyelundupan
Ia pun berkelakar bahwa 10 tahun dipimpin Presiden Joko Widodo, CPI Indonesia tetap stabil.
“Walaupun CPI kita, corruption perception index, kita naik skornya dari 34 jadi 37, tapi masih kalah sama Timor Leste,” kata Yunus.
“Zamannya Jokowi dari awal sampai akhir tidak naik sama sekali, 34, 10 tahun, tidak berubah itu tetap stabil dia. Dia ingin stabilitas rupanya Pak Jokowi,” kelakar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.