JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami percakapan terkait pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) saat memeriksa Moch Ardhy Windhy Saputra selaku Jr Analyst I Messaging and Collaboration di PT Pertamina pada November 2023.
Moch Ardhy Windhy Saputra diperiksa sebagai saksi terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina periode 2011-2021 pada Senin (13/10/2025).
“Saksi 2 (Moch Ardhy Windhy Saputra) dikonfirmasi mengenai percakapan melalui email terkait dengan pengadaan LNG,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (14/10/2025).
Baca juga: Korupsi LNG Pertamina, KPK: Impor Tanpa Ada Rekomendasi atau Izin Menteri ESDM
Budi juga mengatakan, saksi atas nama Bambang Tugianto, Manager Risk Management Direktorat Gas PT Pertamina 2013-2015, tidak memenuhi panggilan KPK dan meminta penjadwalan ulang.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua eks direktur PT Pertamina (Persero) yang berstatus tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021, pada Kamis (31/7/2025).
Kedua tersangka itu adalah Yenni Andayani selaku Direktur Gas PT Pertamina (Persero) (27 November 2014-2018) dan Hari Karyuliarto selaku eks Direktur Gas PT Pertamina (Persero).
Baca juga: KPK Tahan Dua Eks Direktur Pertamina Terkait Korupsi LNG
Hari dan Yenni merupakan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG yang sebelumnya menjerat mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Dalam perkara ini, Hari dan Yenni diduga menyetujui pengadaan LNG impor dari Corpus Christi Liquefaction tanpa pedoman pengadaan serta memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisis secara teknis dan ekonomi.
KPK menduga, pembelian LNG tersebut juga tanpa adanya back to back kontrak di Indonesia atau dengan pihak lain, sehingga LNG yang diimpor tersebut tidak punya kepastian pembeli dan pemakainya.
Baca juga: Duduk Perkara Kasus Korupsi LNG Pertamina yang Bikin Ahok Diperiksa KPK 1,5 Jam
"Faktanya, LNG yang diimpor tersebut tidak pernah masuk ke Indonesia hingga saat ini, dan harganya lebih mahal daripada produk gas di Indonesia," kata kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu
Akibatnya, negara diduga menanggung kerugian hingga 113.839.186 atau 113,8 juta dollar Amerika Serikat (AS).
Hari dan Yenni dinilai telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang