BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Polemik kenaikan drastis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Balikpapan, Kalimantan Timur, kembali mencuat.
Setelah kasus Arif Wardhana yang sempat viral karena tagihan PBB melonjak 3.000 persen, kini giliran Eky, warga Kelurahan Manggar, Jalan Proklamasi, yang mengeluhkan hal serupa.
Tanah seluas 4,3 hektar milik orang tuanya yang selama ini digunakan untuk berkebun, tiba-tiba terkena tagihan PBB sebesar Rp 6,2 juta pada 2025. Padahal, setiap tahun sebelumnya keluarga Eky hanya membayar sekitar Rp 600.000.
“Biasanya bayar PBB sekitar enam ratus ribuan. Begitu dapat SPPT tahun ini, langsung kaget karena jadi Rp 6,2 juta. Orangtua saya yang pensiunan hanya bisa melongo," kata Eky kepada Kompas.com, Selasa (26/8/2025).
"Selama ini bayarnya dari hasil kebun kecil-kecilan, jadi berat sekali (jika naik 1000 persen),” sambungnya.
Baca juga: Warga Balikpapan Kaget Tagihan PBB Melonjak 3.000 Persen, Pemkot Akhirnya Tunda Kenaikan
Menurut Eky, kenaikan itu tidak pernah didahului sosialisasi dari pemerintah. Surat PBB baru diketahui setelah dibagikan ketua RT ke rumah orang tuanya.
“Tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Tiba-tiba naik drastis. Kalau ada sosialisasi mungkin orang tua saya bisa siap-siap. Ini tahu-tahu tagihannya sampai enam juta lebih,” ujarnya.
Ia memastikan tidak ada tunggakan yang menyebabkan denda menumpuk.
Bahkan, saat ia dan keluarga mengklarifikasi ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), petugas membenarkan bahwa kenaikan memang berasal dari penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Meski begitu, Eky mengaku belum membayar tagihan itu. Ia masih menunggu kejelasan, apalagi sempat beredar kabar bahwa pemerintah kota akan memberikan keringanan.
“Jatuh temponya 30 September. Kami masih menunggu, mudah-mudahan ada diskon atau kebijakan baru,” katanya.
Baca juga: Setelah Demo Diwarnai Kericuhan, Pemkab Bone Tunda Kenaikan PBB 300 Persen
Orang tua Eky yang sehari-hari berkebun buah-buahan seperti durian, rambutan, hingga cempedak, jelas keberatan dengan lonjakan tersebut.
“Harapan kami, ya kalaupun naik, jangan sampai 1.000 persen. Minimal bertahap. Kalau bisa kembali ke tarif lama, atau naiknya tidak signifikan. Karena orang tua saya pensiunan, penghasilan hanya dari kebun,” kata Eky.
“Pemerintah seharusnya bijak, apalagi banyak orang tua yang hanya mengandalkan kebun untuk hidup,” sambungnya.
Keluhan Eky bukan yang pertama. Sebelumnya, kasus serupa dialami Arif Wardhana, warga Balikpapan Utara.