BLITAR, KOMPAS.com – Bupati Blitar Rijanto mengungkapkan gagasan yang pernah ia bahas bersama Wakil Bupati Beky Herdihansah untuk menyelenggarakan lomba sound horeg dalam sebuah kegiatan festival.
Gagasan yang ia sebut sebagai wacana untuk menyelenggarakan lomba sound horeg itu muncul di masa awal dirinya dilantik sebagai Bupati Blitar di awal 2025.
Ini jauh sebelum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram atas sound horeg pada pertengahan Juli lalu.
Namun ia menegaskan bahwa gagasan penyelenggaraan festival sound horeg itu bertujuan untuk pembinaan.
“Justru Pak Wabup itu dengan saya pernah punya wacana kita adakan apa ya, festival. Kita lombakan sound horeg ini tapi di tempat lapang,” ujar Rijanto saat ditemui awak media di Pendopo Hadi Negoro, Senin (21 Juli 2025).
Baca juga: Klaim Banyak Aspek Positifnya, Bupati Blitar: Kita Malah Wacanakan Lomba Sound Horeg
“Tampilan tariannya kita nilai. Kalau tidak memenuhi syarat etika ya tidak mungkin kita perkenankan,” tambahnya.
Gagasan menyelenggarakan festival sound horeg itu, kata dia, bukan bertujuan untuk mewadahi kegiatan sound horeg tapi untuk melakukan pembinaan.
Rijanto mengungkapkan adanya gagasan tersebut dalam satu sesi wawancara doorstop saat diminta tanggapannya pada keluarnya fatwa haram MUI Jawa Timur atas kegiatan sound horeg.
Namun Rijanto tidak menjelaskan lebih rinci bagaimana pembinaan kegiatan sound horeg itu dilakukan dalam wadah festival atau pun perlombaan.
Baca juga: Soal Penggunaan Sound Horeg Jelang Agustusan, Bupati Pasuruan Didesak Buat Aturan
Lebih jauh, upaya pembinaan itu juga telah diwujudkan dalam bentuk penerbitan Surat Edaran Bupati Blitar Nomor: B/180.07/02/409.4.5/2025 tentang Penyelenggaraan Karnaval, Cek Sound dan Hiburan Keramaian berisi 13 poin ketentuan.
Sejumlah ketentuan itu, antara lain, berupa larangan melanggar norma kesusilaan, adanya unsur pornografi, serta adanya kegiatan mabuk minuman keras.
SE tersebut juga membatasi kegiatan sound horeg paling larut hingga pukul 23.00 WIB.
“Dilarang menggunakan sound system yang membahayakan kesehatan serta merusak lingkungan/kostruksi bangunan,” bunyi poin ke-9.
Baca juga: Pengusaha Sound System di Bangkalan Akui Tekanan Suara Sound Horeg Bisa Memicu Mual
Pada poin ke-13 yang merupakan poin terakhir dari ketentuan SE itu, dinyatakan bahwa pihak yang melanggar ketentuan SE tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Ya kita memang Edaran Bupati itu mengacu pada keluhan masyarakat,” kata Rijanto.