Bahkan, aparat sempat memperingatkan keterlibatan warga asing dalam tindak kriminal, termasuk narkotika.
Di sisi lain, dampak lingkungan semakin terasa. Lebih dari 65 persen pasokan air tawar Bali terserap untuk kebutuhan resor dan kolam renang, sehingga banyak desa harus bergantung pada air tanah.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran atas keberlanjutan ekosistem dan kehidupan penduduk lokal.
Baca juga: Pengusaha Hotel Dorong Perbaikan Akses Wisata Pasca-Banjir Bali
Belum lagi musibah banjir bandang yang menerjang Kota Denpasar pada awal September 2025.
Banjir ini disebabkan karena kawasan daerah aliran sungai (DAS) Ayung yang makin minim pepohonan karena alih fungsi lahan.
Meski pariwisata membuat Bali semakin mendunia, pertumbuhan ekonomi justru menunjukkan tanda melambat.
Pada 2024, ekonomi Bali hanya tumbuh 5,5 persen, turun dari 5,7 persen pada 2023. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara.
Dengan kata lain, jumlah turis mungkin meningkat, tetapi kualitas belanja mereka tidak memberikan dampak signifikan.
Baca juga: Bali Mulai Masuk Musim Hujan, Kadispar Imbau Informasi untuk Turis Harus Jelas
Kini, Bali berdiri di persimpangan. Pulau ini masih menyimpan keindahan dan kekayaan budaya, tetapi juga menghadapi ancaman akibat popularitasnya sendiri.
Pertanyaan besar pun muncul: apakah Bali bisa menjaga keseimbangan antara pariwisata dan kelestarian, atau justru akan terus terkikis oleh bayangan ekspektasi yang diciptakan dunia luar?
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang