KOMPAS.com – Keprihatinan terhadap menurunnya minat generasi muda Indonesia pada bidang sains dan teknologi mendorong Riady Foundation untuk mengambil langkah strategis.
Yayasan yang dirintis oleh Mochtar Riady dan diketuai oleh Stephanie Riady ini secara resmi meluncurkan program nasional bertajuk "STEM Indonesia Cerdas" dengan komitmen pendanaan sebesar Rp 500 miliar.
Direktur Eksekutif Riady Foundation Stephanie Riady melihat tren yang mengkhawatirkan di dunia pendidikan Indonesia. Minat generasi muda terhadap sains dan teknologi justru menurun ketika dunia tengah bergerak menuju era kecerdasan buatan.
"Kami melihat minat untuk program-program sains teknologi itu menurun dari kacamata universitas. Apalagi kalau kita melihat skor dari Programme for International Student Assessment (PISA), skor PISA sains kita di Indonesia itu menurun," ungkap Stephanie ketika berkunjung ke Menara Kompas, Rabu (4/6/2025).
Berdasarkan data PISA 2022 sendiri, literasi sains Indonesia memang masih berada di posisi 71 dari 80 negara. Situasi ini semakin mengkhawatirkan mengingat kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada kekuatan teknologi dan sumber daya manusia yang menguasainya.
Membangun fondasi dari akar rumput
Program ambisius ini lahir dari sinergi lima kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Kementerian Kebudayaan, Kementerian Agama, serta Kementerian Komunikasi dan Digital.
Lebih dari 500 satuan pendidikan dari Sabang hingga Merauke turut bergabung dalam gerakan yang menargetkan 10 juta siswa dan 500 ribu guru selama lima tahun ke depan.
Strategi Riady Foundation dimulai dari akar rumput. Melalui Pelita Harapan Group yang mengelola 58 sekolah tersebar di seluruh Indonesia, serta Papua hingga Nias, yayasan ini memahami betul di mana letak permasalahan sebenarnya.
"Orang menjadi tertarik tapi fondasinya kan udah telat. Misalnya tertariknya saat di kelas 11-12, tapi dasar sainsnya enggak kuat itu mereka jadi tereliminasi," jelas Stephanie.
Karena itu, salah satu inisiatif utama Riady Foundation adalah memperkuat pendidikan STEM sejak jenjang sekolah dasar, lalu terus dirawat dan dikembangkan hingga jenjang SMP dan SMA.
Kecintaan terhadap sains dan teknologi perlu ditanamkan sedini mungkin agar tidak terlambat tumbuh. Sehingga siswa memiliki waktu dan peluang yang cukup untuk mempersiapkan diri mengejar cita-cita di bidang STEM, termasuk kecerdasan buatan (AI).
Salah satu tantangan terbesar dalam mendorong minat generasi muda terhadap bidang STEM adalah paradigma bahwa sains dan teknologi merupakan bidang yang rumit dan sulit diakses.
Stephanie menekankan pentingnya mengubah cara pandang ini supaya Indonesia tidak tertinggal dalam kemajuan teknologi dan pembangunan masyarakatnya.
“Kalau secara saintek kita nyangkut, stuck, ya itu masalah besar. Jadi kita mau membangun rasa ingin tahu, rasa cinta terhadap STEM sejak dini,” jelasnya.
Stephanie menjelaskan bahwa banyak anak muda enggan terjun ke bidang STEM karena menganggapnya terlalu kompleks dan membutuhkan peralatan yang canggih. Padahal, menurutnya, elemen STEM bisa ditemukan dan relevan dalam kehidupan sehari-hari.
“Kadang-kadang orang takut masuk STEM karena kelihatannya susah dan teknologinya canggih banget. Tapi kalau kita lihat lebih dekat, STEM itu ada di mana-mana, di sekitar kita, dari sains, teknologi, rekayasa, sampai matematika,” tambahnya.
Untuk itu, Riady Foundation berkomitmen menanamkan rasa ingin tahu terhadap STEM sejak dini, mulai dari tingkat sekolah dasar. Tujuannya adalah agar siswa bisa punya paradigma yang benar untuk mengembangkan minat, sekaligus mempersiapkan diri menghadapi tantangan di era kecerdasan buatan.
“Kita juga ingin mendukung sekolah-sekolah untuk memberikan pendidikan STEM yang bisa mengembangkan minat-minat yang sudah ada,“ kata dia.
Rangkul Madrasah dan Pesantren
Salah satu hal yang mencolok dari program STEM Indonesia Cerdas adalah keterlibatan banyak kementerian, tidak hanya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, tetapi juga Kementerian Agama dan Kementerian Kebudayaan.
Menurut Direktur STEM Indonesia Cerdas Dorita Setiawan pendekatan lintas kementerian ini bukan tanpa alasan. Justru karena tantangan terbesar dalam menyebarluaskan pendidikan STEM adalah ketimpangan akses, dibutuhkan kolaborasi lintas kementerian.
Selama ini, satu kementerian kerap enggan terlibat jika program tersebut berada di luar lingkup kewenangannya. Akibatnya, pendekatan pendidikan sering terkotak-kotak.
“Jadi kemarin itu saat peluncuran, kita merangkul kementerian, tidak hanya Dikdasmen, tapi juga Kemenag. Kenapa Kemenag? Karena aksesnya ada di sana. Dikdasmen kalau sudah ada bahasanya madrasah, mereka rasa itu bukan porsi kami, mereka enggan ikut,” jelasnya.
STEM, misalnya, masih kerap dianggap hanya relevan untuk sekolah-sekolah umum di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Padahal, ada banyak sekolah di bawah naungan Kementerian Agama, seperti madrasah dan pesantren yang tidak tersentuh oleh program-program sains dan teknologi.
“Selama ini yang termarginalkan adalah madrasah dan pesantren,” katanya.
Selain Kemenag, Kementerian Kebudayaan juga turut dilibatkan. Pasalnya, menurut Dorita, STEM juga harus dikontekstualisasikan agar inklusif dan membumi.
“Bahasa STEM itu kan sering kali bahasa Inggris. Jadi, bagaimana caranya supaya kita bisa mengontekstualisasikan STEM itu? Misalnya dengan mengaitkan sains dan teknologi dengan warisan budaya seperti candi dan lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, pendekatan yang inklusif penting agar tidak ada kelompok yang tertinggal dalam revolusi teknologi. Karena itu, program STEM Indonesia Cerdas tidak hanya berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, tetapi juga dengan Kementerian Agama dan bahkan Kementerian Kebudayaan.
Prioritaskan daerah 3T
Dorita mengatakan, dari peluncuran sampai Desember 2025, tujuan utamanya adalah meningkatkan kesadaran dan melakukan pengenalan secara umum terhadap pendidikan STEM.
Saat peluncuran program STEM Indonesia Cerdas, sekitar 40 sekolah telah ikut serta, tetapi sejauh ini sudah teridentifikasi sekitar 500 sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia dan akan mengikuti program ini.
Pemilihan sekolah-sekolah ini tidak dilakukan secara acak. Dorita menegaskan bahwa strategi distribusinya sangat memperhatikan pemerataan, dengan prioritas utama diberikan kepada wilayah 3T.
“Sekolah-sekolah kami sebar dengan prioritas utama pada daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar),” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kerja sama dengan Yayasan Pelita Harapan sangat mendukung tujuan ini karena lembaga tersebut memiliki jaringan pendidikan yang kuat, terutama di kawasan Indonesia Timur.
Untuk menentukan sekolah mana yang layak mengikuti program, mereka membangun basis data dan menggunakan metrik tertentu sebagai indikator. Sekolah dengan data dan metrik tertentu akan mendapatkan pengenalan yang sesuai.
“Kita dari Riyadi Foundation melihat bahwa, sebenarnya yang harus dilakukan untuk pendidikan adalah sesuatu yang berdasarkan data, tidak tiba-tiba jatuh dari langit. ” kata Dorita.
Ia juga menjelaskan bahwa ada beberapa kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya oleh Riyadi Foundation untuk menilai kesiapan tiap sekolah untuk menerima pembelajaran STEM.
“Jadi ketika mereka belum punya apa-apa kan berarti eggak bisa tahun ini. Untuk yang tahun sekarang mereka yang sudah siap dulu,” tambahnya.
Selain itu, Riyadi Foundation juga bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mendapatkan rekomendasi sekolah-sekolah yang tepat sebagai peserta program ini.
Fakultas Kecerdasan Buatan
Di level perguruan tinggi, Riady Foundation melakukan terobosan dengan meluncurkan Faculty of Artificial Intelligence di Universitas Pelita Harapan. Inisiatif ini lahir dari kesadaran bahwa transformasi teknologi, khususnya AI, tidak dapat dihindari dan akan mempengaruhi semua sektor kehidupan.
"AI itu sesuatu yang memang kita nggak bisa hindari ya. Pasti semua sektor terpengaruh. Sektor pendidikan juga sangat terpengaruh. Sektor media, sektor kesehatan, dan lain-lain pasti juga tertransformasi melalui AI," tegas Stephanie.
Untuk memastikan kualitas pendidikan setara standar internasional, fakultas ini menjalin kerja sama strategis dengan Zhejiang University di China. Pilihan universitas ini sangat strategis karena Zhejiang dikenal sebagai pusat inovasi teknologi China, setara dengan Silicon Valley di Amerika Serikat.
"Zhejiang adalah salah satu leading university untuk AI. Dan kita kerja sama supaya dosen-dosen mereka yang ngajar juga. Karena kita kalau misalnya suruh cari dosen AI di Indonesia mungkin repot dan akhirnya rebutan sama institusi lain," ungkap Stephanie.
Keistimewaan Zhejiang University terletak pada track record alumninya. Universitas ini merupakan alma mater pendiri ByteDance, Deepseek, dan jajaran pendiri Alibaba. Hangzhou, tempat Zhejiang University didirikan, juga dikenal sebagai pusat pengembangan inovasi teknologi baru di China.
Pada saat peluncuran, Riyadi Foundation melalui Universitas Pelita Harapan juga mengatakan akan memberikan beasiswa bagi siswa yang nantinya akan mengambil program studi terkait AI dan coding. Beasiswa ini diberikan supaya apa yang sudah ditanamkan sejak SD hingga SMA tidak berhenti, tetapi bisa dilanjutkan di institusi pendidikan tinggi.
Sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem pendidikan AI sejak jenjang dasar, UPH juga menyediakan beasiswa dan program student loan bagi siswa berprestasi yang memiliki keterbatasan finansial.
“Jadi kita nggak mau keterbatasan finansial menjadi hambatan. Mereka yang memang pintar dan lolos tes seleksi bisa mengambil program student loan atau beasiswa. Jadi mereka tetap bisa menikmati pendidikan dalam bidang AI,” ujar Stephanie.
Fakultas ini menerapkan sistem seleksi yang ketat, dengan tingkat kelulusan hanya 15 persen. Namun, bagi yang diterima, tersedia skema pendanaan yang inklusif serta jaminan penempatan kerja setelah lulus.
“Setelah itu ada lowongan kerja yang terjamin. Itu yang paling penting. Jadi nggak ada pengangguran. Mereka terjamin untuk bekerja setelah lulus, dan mereka bisa membayar kembali pinjaman pendidikannya,” pungkas Stephanie.
Pada tahun pertamanya, program ini akan menerima 120 mahasiswa, dengan pendekatan pembelajaran dan pendanaan yang unik, mengutamakan kualitas, akses, dan keberlanjutan karier lulusan di bidang AI.
Kunjungan Riyadi Foundation ke Kompas.com dihadiri oleh Executive Director of Riady Foundation Dr. Stephanie Riady, Director of STEM Indonesia Cerdas Dr. Dorita Setiawan, dan Danang Jati Head Of Corporate Communication at Lippo Karawaci Tbk.
https://www.kompas.com/edu/read/2025/06/08/164743171/minat-generasi-muda-terhadap-sains-turun-riady-foundation-luncurkan-stem