Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamen Stella Rangkap Jabatan Komisaris PHE, Pengamat: MK Melarang

Kompas.com - 30/08/2025, 11:44 WIB
Melvina Tionardus,
Mahar Prastiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa Wakil Menteri dilarang untuk rangkap jabatan dalam sidang, Kamis (28/8/2025).

Putusan MK tertuang dalam dokumen nomor 128/PUU-XXIII/2025.

Salah satu Wakil Menteri yang menjalankan rangkap jabatan ialah Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendikti saintek) Prof Stella Christie. Pada Juli lalu ia menjabat sebagai Komisaris PT Pertamina Hulu Energi.

Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto mengatakan rakyat dapat mensyukuri bahwa MK membuat keputusan tersebut.

Baca juga: Wamen Stella Usul Dosen Ajak Mahasiswa Lakukan Riset

Putusan MK ini perlu dilaksanakan oleh Presiden Prabowo

"Ini sesuai dengan amanah konstitusi dan semangat meritokrasi. Rangkap jabatan itu selain menambah beban pejabat juga dapat mengganggu semangat profesionalisme di BUMN. Di tengah kesulitan ekonomi dan gelombang PHK saat ini, rangkap jabatan juga mengusik rasa ketidakadilan di masyarakat," tutur Totok lewat pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (29/8/2025) lalu.

Menurut Totok, putusan MK ini perlu dilaksanakan oleh Presiden Prabowo Subianto agar Wakil Menteri kembali ke pekerjaan awalnya. Meskipun peran Prof Stella masih dapat dianggap relevan dengan tupoksinya di anak usaha BUMN tersebut.

"Presiden sebaiknya segera memenuhi keputusan MK tersebut untuk menunjukkan komitmennya menjalankan konstitusi secara penuh. Semakin lama ditunda, akan semakin besar mengikis kepercayaan publik kepada pemerintah," ungkap Totok.

Totok menjelaskan, tupoksi komisaris adalah menjadi pengarah dan pengawas, sehingga yang diperlukan adalah nasihat dan intuisinya.

Baca juga: 13 Kampus Masuk Daftar Hasil Riset Diragukan, Wamen Stella: Bukan Jurnal Bodong

Komisaris juga dapat mewakili kepentingan yang lebih luas, misalnya pemegang saham mayoritas.

Senada, pakar hukum tata negara Refly Harun juga berpendapat putusan MK ini harus ditaati Presiden Prabowo.

"Harus, tidak ada negosiasi," kata Refly saat dihubungi melalui pesan singkat. Putusan MK juga sudah berkekuatan hukum tetap. Jadi, bila tidak dilaksanakan maka Presiden Prabowo melanggar sumpah jabatannya sendiri," kata Refly.

Larangan rangkap jabatan

Sebagai informasi, gugatan ke MK ini diajukan oleh advokat Viktor Santoso Tandiasa dan Didi Supandi.

Mereka meminta agar larangan rangkap jabatan tidak hanya diberlakukan kepada menteri, tetapi juga kepada wakil menteri.

Para pemohon menilai pemerintah mengabaikan putusan-putusan MK sebelumnya karena tetap mengangkat wakil menteri menjadi komisaris di badan usaha milik negara (BUMN).

Mengutip berita dari situs MK, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukum menegaskan, Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 jelas menyatakan bahwa seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri juga berlaku bagi wakil menteri.

Baca juga: Wamen Stella Usul Dosen Ajak Mahasiswa Lakukan Riset

Di sisi lain, Menteri Diktisaintek Brian Yuliarto juga baru ditunjuk Presiden Prabowo sebagai Kepala Badan Industri Mineral pada 25 Agustus 2025.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau