KOMPAS.com - Maraknya penggunaan gas air mata oleh aparat negara untuk membubarkan aksi demonstrasi beberapa hari ini telah menjadi kekhawatiran masyarakat sipil.
Ketika terkena gas air mata seseorang akan merasa tidak nyaman bahkan sakit.
Mengutip situs Lembaya Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah V Yogyakarta, Rabu (3/9/2025) gas air mata juga berpotensi memicu gangguan kesehatan serius apabila seseorang terpapar berulang kali atau memiliki kondisi medis tertentu.
Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif RS PKU Gamping, Dr. dr. Ardi Pramono, Sp. An., M.Kes., menjelaskan bahwa gas air mata merupakan senyawa kimia yang bekerja dengan cara mengiritasi selaput mukosa tubuh manusia.
Baca juga: 6 Pernyataan Unnes Terkait Iko Juliant, Mahasiswa yang Tewas Usai Demo
Dokter sekaligus dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini mengatakan gas air mata umumnya mengandung zat iritan yakni senyawa chlorobenzylidene malononitrile (CS).
"Zat ini bekerja dengan mengiritasi membran mukosa seperti selaput mata, hidung, dan mulut. Itu sebabnya, ketika terpapar, mata terasa sangat perih, merah, berair, dan sulit dibuka. Pada saat yang sama, mukosa di hidung maupun tenggorokan juga merasakan sensasi panas dan pedih yang memicu batuk hingga sesak napas,” terang dokter Ardi.
Mukosa adalah lapisan tipis yang melindungi bagian dalam organ tubuh. Ketika mengalami iritasi berulang, lapisan ini berpotensi mengalami peradangan.
Kerusakan paling dominan akibat paparan gas air mata terjadi pada lapisan luar selaput mukosa.
Efek gas air mata umumnya bersifat cepat dan singkat namun intens. Iritasi bisa mereda dalam waktu 15 hingga 30 menit, terutama jika konsentrasi gas terhempas karena angin.
Baca juga: Kemendikdasmen Perbolehkan Pemda Tentukan Metode Pembelajaran, Antisipasi Dampak Demo
Kendati demikian, individu dengan penyakit pernapasan kronis dapat mengalami risiko lebih serius.
“Jika seseorang memiliki riwayat asma atau bronkitis, paparan gas air mata bisa memicu kekambuhan dan memperburuk kondisi paru-parunya. Begitu juga penderita penyakit mata kronis, gas air mata akan memperparah iritasi yang sudah ada. Jadi meskipun dampaknya sementara, efeknya bisa lebih berat pada kelompok rentan. Gangguan pernapasan juga bisa bertahan lebih lama, terutama jika gas dihirup dalam konsentrasi tinggi dan dalam waktu lama,” tambahnya.
Langkah pertolongan pertama yang dapat membantu mencegah iritasi semakin parah menurut dokter Adi adalah sebagai berikut.
“Pertolongan pertama yang paling efektif adalah menjauh dari lokasi paparan dan mencuci bagian tubuh yang terkena dengan air bersih mengalir sebanyak-banyaknya," ungkapnya.
Baca juga: Pemprov DKI Akan Cabut KJP dan KJMU Pelajar yang Demo dengan Anarkis
Dokter Adi menambahkan, tidak ada obat penawar khusus untuk iritasi gas air mata.
"Jadi, cara terbaik adalah membersihkan dengan air. Kalau masih terasa sesak, asma kambuh, atau mata tetap perih parah, maka harus segera ke unit gawat darurat. Apalagi ketika ada iritasi kulit berupa kemerahan atau rasa panas, itu juga perlu penanganan medis,” jelasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini