KOMPAS.com - Yayun selalu bangun pagi untuk menempuh perjalanan sejauh 15 km ke tempatnya mengajar. Kalau dihitung, setiap hari ia menempuh perjalanan pulang dan pergi sejauh 30 km.
Melelahkan, tetapi Yayun tetap semangat mengajar para siswanya. Yayun selalu bangun pagi sambil sang istri menyiapkan bekal untuk ayah tiga anak ini.
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah sederhana di Desa Uren, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.
Jika bekal sudah siap, Yayun mengecek perlengkapan sepatu boot, jas hujan, dan kebutuhan lainnya. Ada satu yang selalu ia bawa. Yaitu Bahan Bakar Minyak (BBM).
Alasannya, karena sepanjang perjalanan ke Sekolah Dasar Kecil (SDK) Hambata, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, tak ada pom bensin atau SPBU.
Baca juga: Gaji Guru ASN Lebih Rendah dari Pegawai ASN di Instansi Non-Sekolah
Jalanan menuju ke sekolah masih berupa lumpur dan tanah. Kalau hujan, mau tak mau Yayun harus waspada agar tidak jatuh dari sepedanya.
Perjalanan guru Agama Budha ini ke sekolah memakan waktu satu jam lebih. Normalnya, pada daerah lain yang tidak macet dan jalannya sudah beraspal hanya memakan waktu 25-35 menit dengan jarak 15 km.
Walau perjalanannya tak mudah, hal itu dijalani Yayun dengan penuh keikhlasan demi mengabdi untuk pendidikan anak negeri, para penerus bangsa.
Yayun menuturkan bahwa dirinya menjalani profesi sebagai Guru PPPK yang diangkat mulai bulan Juli tahun 2023 oleh pemerintah merupakan berkah dan karma baik bagi dirinya.
Baca juga: JPPI: Guru Jadi Budak dan Tumbal MBG, Pekerjaan Jadi Lebih Banyak
Karena bisa secara langsung mendidik siswa yang beragama Buddha dan memiliki peran penting dalam melestarikan ajaran Buddha, khususnya dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti, moralitas, serta kebijaksanaan kepada peserta didik.
“Kami berjuang mendidik siswa dengan penuh keikhlasan melalui Pendidikan Agama Buddha. Harapan kami, semua siswa di Sekolah Dasar Kecil (SDK) Hambata dapat merasakan pendidikan yang sama seperti di kota,” ujarnya dilansir dari laman Kemenag, Senin (29/9/2025).
Saat ini, Yayun membina lima siswa-siswi, yang terdiri 4 orang laki-laki dan 1 orang perempuan beragama Buddha, terdiri atas tiga siswa kelas lima dan dua siswa kelas enam. Selain mengajar, ia juga membantu sekolah dengan melatih kesenian dan lagu.
Sementara itu, Kepala SDK Ambata, Akhmad Baihaqi, menjelaskan bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolahnya didukung oleh beberapa guru, antara lain guru kelas, guru pendidikan agama Buddha.
“Saya sangat bersyukur dengan adanya Guru Pendidikan Agama Buddha di sekolah kami. Sehingga siswa dapat menerima pelajaran sesuai dengan agamanya. Hal ini menjadi semangat bagi kami dalam memberikan pelayanan pendidikan, meski tantangan menuju sekolah tidaklah mudah,” ungkapnya.
Baca juga: Saat Orangtua, Guru dan KPAI Minta Program MBG Dievaluasi
Akhmad Baihaqi juga membenarkan bahwa dengan kondisi jalan yang begitu sulit di lewati ketika turun hujan, bahkan ketika sudah memasuki musim hujan maka para guru khususnya guru Agama Buddha sampai berjalan kaki demi memberikan pendidikan untuk siswa-siswi di Pedalaman di Dusun Ambata, Desa Uren.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang