KOMPAS.com - Makanan pedas jadi salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia. Makanan, seperti ayam geprek dan mi pedas, hampir jadi idola.
Meski begitu, tingkat toleransi tiap orang terhadap rasa pedas, memang berbeda-beda. Ada yang kuat memakan cabai banyak, ada pula yang kepedasan saat hanya makan satu cabai.
Tingkat toleransi setiap orang terhadap makanan pedas bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor: apakah mereka sudah terbiasa mengonsumsinya sejak kecil, apakah mereka tipe pencari sensasi, atau bahkan faktor genetik.
Baca juga: Alasan Hindari Makan Pedas Saat Puasa Ramadhan
Lalu, apa sebenarnya efek makanan pedas terhadap tubuh kita? Simak manfaat dan potensi risikonya berikut ini.
Senyawa yang bertanggung jawab atas rasa pedas pada cabai disebut capsaicin. Saat kita mengonsumsi cabai, capsaicin akan menempel pada reseptor rasa sakit di mulut dan saluran pencernaan.
Hal ini akan mengirim sinyal ke otak berupa sensasi terbakar, panas atau peningkatan suhu tubuh.
View this post on Instagram
Menurut ahli gizi Connie Elick, tubuh merespons sensasi ini dengan berbagai cara, seperti berkeringat, wajah memerah karena pelebaran pembuluh darah kecil, mata berair, hidung meler, atau air liur berlebih.
Respons tersebut disebabkan karena tubuh menganggap capsaicin sebagai iritan yang harus segera dikeluarkan.
Namun, apakah rasa sakit ini berarti capsaicin berbahaya? Tidak selalu. Justru ada beberapa manfaat dari konsumsi makanan pedas.
Baca juga: Resep Sup Asam Pedas yang Disajikan pada MasterChef Indonesia Season 12
Capsaicin memiliki sifat antioksidan yang dapat melawan radikal bebas—zat yang bisa merusak sel dan DNA dalam tubuh, serta berkontribusi pada penyakit kronis.
Ilustrasi cabai merah. Selain itu, cabai juga kaya akan vitamin C, antioksidan kuat yang penting untuk daya tahan tubuh.
Satu cabai hijau bahkan mengandung 121 persen dari kebutuhan harian vitamin C, sementara cabai merah menyediakan sekitar 72 persen.
Meskipun hasil studi pada manusia masih belum konsisten, beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa capsaicin mungkin memiliki efek positif terhadap kolesterol dan tekanan darah. Efek ini masih perlu diteliti lebih lanjut.
Penelitian awal (terutama pada hewan) menunjukkan bahwa capsaicin dapat memengaruhi mikrobioma usus dengan meningkatkan jumlah bakteri baik dan menekan bakteri jahat di usus bagian bawah.
Baca juga: Bubur Pedas Kesultanan Melayu Deli, Pemenang Tantangan Beras-berasan pada MasterChef Season 12
Walaupun belum cukup bukti untuk menyatakan manfaat ini secara pasti pada manusia, hasil awal ini cukup menjanjikan.
Selain punya potensi manfaat, ada pula risiko makan makanan pedas, sebagai berikut:
Bagi yang memiliki masalah lambung seperti maag atau asam lambung, makanan pedas bisa memperparah gejala.
Capsaicin dapat mengiritasi kerongkongan dan menyebabkan otot katup lambung (lower esophageal sphincter) mengendur, sehingga asam lambung naik kembali ke kerongkongan dan menyebabkan sensasi terbakar.
Ilustrasi, makanan yang dapat memperburuk gejala penyakit asam lambungCapsaicin bisa merangsang otot usus untuk berkontraksi lebih cepat agar zat iritan segera dikeluarkan.
Inilah alasan mengapa sebagian orang merasa ingin segera ke kamar mandi setelah makan pedas.
Baca juga: Resep Daging Gepuk Bumbu Pedas, Bisa untuk Lauk Sahur
Jika terjadi diare atau perut terasa tidak nyaman, itu bisa jadi tanda bahwa tubuh Anda tidak bisa mentoleransi jumlah capsaicin yang dikonsumsi.
Walaupun makanan pedas tidak menyebabkan tukak lambung, bagi mereka yang sudah memiliki luka lambung, capsaicin bisa memperparah rasa sakit. Ini karena zat tersebut bisa mengiritasi lapisan perut yang sudah meradang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang