KOMPAS.com - Perdana Menteri India Narendra Modi dijadwalkan mendarat di Tianjin, China akhir pekan ini untuk menghadiri KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai atau Shanghai Cooperation Organisation (SCO).
Kunjungan tersebut menjadi yang pertama bagi Modi ke China dalam tujuh tahun terakhir, sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (29/8/2025).
Kehadiran Modi tersebut sekaligus mempertemukannya dengan Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin di tengah memburuknya hubungan India dengan Amerika Serikat (AS).
Kunjungan ini berlangsung hanya beberapa hari setelah Washington menjatuhkan tarif impor sebesar 50 persen atas barang-barang India.
AS beralasan, langkah itu diambil lantaran New Delhi menolak menghentikan impor minyak dari Rusia.
Penasihat perdagangan Presiden AS Donald Trump, Peter Navarro, bahkan menuding India sebagai money laundry minyak untuk Kremlin.
AS menilai, pembelian minyak mentah dan perangkat keras pertahanan Rusia oleh India ikut mendanai perang Moskwa terhadap Ukraina.
Namun, New Delhi menegaskan bahwa impor minyak Rusia sangat penting untuk menjaga stabilitas harga energi dalam negeri sekaligus mendukung keseimbangan harga global.
Modi sendiri berulang kali menyerukan perdamaian perang Rusia-Ukraina, tetapi tidak secara langsung mengkritik Moskwa.
Tarif AS berpotensi memukul keras ekonomi India. Negeri itu mengekspor barang senilai 86,5 miliar dollar AS ke AS setiap tahun.
Dari jumlah tersebut, sekitar 60,2 miliar dollar AS berupa produk padat karya seperti tekstil dan perhiasan kini terkena bea masuk baru.
Sebagai respons, pemerintah India pada Kamis meluncurkan program ekspor ke 40 negara, termasuk Inggris dan Korea Selatan, untuk mendorong penjualan tekstil.
Cari mitra
Tarif baru ini memicu ketegangan dalam hubungan India-AS. Padahal, hubungan India dan China sebetulnya jauh dari kata mesra.
Tentara kedua negara bahkan sempat bentrok di perbatasan beberapa tahun sebelumnya.
Kini, Delhi dipaksa mencari mitra baru demi mendiversifikasi perdagangan setelah dihajar tarif tinggi AS.
"Kepercayaan India terhadap AS telah hancur," ujar analis Asia Selatan, Michael Kugelman.
"Saya tidak yakin apakah para pejabat AS sepenuhnya menyadari betapa besar kepercayaan yang telah mereka sia-siakan dalam waktu sesingkat itu," sambungnya.
Bagi Beijing, kehadiran Modi di SCO memberi sinyal kuat bahwa hubungan India-AS sedang retak.
"Modi akan berada di China pada saat hubungan India-Beijing mulai stabil dan hubungan India-AS memburuk. Ini pencitraan yang kuat," kata Kugelman.
Sementara itu, Kepala Studi Indo-Pasifik di Takshashila Institution Manoj Kewalramani menuturkan, "Negeri Panda" akan menjadi pihak yang menikmati ketegangan perdagangan antara India dan AS.
Rusia pun melihat peluang serupa.
"Putin ingin memanfaatkan momen ini dengan menegaskan kembali hubungan dekat Rusia dengan India," kata Kugelman. Menurutnya, forum ini akan menjadi momen yang tepat bagi semua pihak untuk mengkritik Washington.
Upaya perbaikan hubungan China-India
Sebelum tarif diberlakukan, India sebenarnya sudah berhati-hati menjalin kembali kerja sama dengan China, baik di bidang investasi maupun teknologi.
Hubungan kedua negara sempat membeku akibat bentrokan berdarah di perbatasan Himalaya pada 2020. Namun, mulai mencair setelah Modi dan Xi bertemu di KTT BRICS di Rusia, Oktober 2024.
"Berbagai upaya sedang dilakukan untuk melihat apakah India dan Tiongkok dapat mencapai semacam keseimbangan baru," kata Kewalramani.
Meski begitu, dia menekankan bahwa ketidakpercayaan tetaplah ada, apalagi ada pembangunan infrastruktur China di wilayah perbatasan yang disengketakan.
"Jika Delhi dan Beijing bisa menciptakan stabilitas dan prediktabilitas, meski tanpa terobosan besar, ada keuntungan praktis yang bisa diperoleh," papar Kewalramani.
https://www.kompas.com/global/read/2025/08/29/163600170/india-dihajar-tarif-as-modi-bela-belain-ke-china-minta-dukungan-xi