KOMPAS.com - Harga emas dunia kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global.
Pada Jumat (11/4/2025), harga emas diperdagangkan di level 3.227,51 dollar AS per troy ons. Sejak awal tahun, harga logam mulia ini telah naik lebih dari 20 persen.
Lonjakan tersebut mencerminkan meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap berbagai faktor eksternal, mulai dari perang dagang hingga konflik geopolitik.
Baca juga: Di Tengah Ketidakpastian Perang Dagang Trump, Harga Emas Meroket
Namun, mengapa emas tetap menjadi pilihan utama para investor di saat dunia diliputi ketidakpastian?
Kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi salah satu pemicu utama lonjakan harga emas. Meski produk logam mulia tidak terkena tarif secara langsung, ketegangan perdagangan berdampak besar pada pasar keuangan global.
"Sejauh ini, logam mulia batangan dibebaskan dari tarif AS dan ini mungkin karena logam mulia tersebut tidak dianggap sebagai produk industri inti," ujar Frank Watson, analis logam senior dari platform perdagangan Kinesis Money, kepada AFP.
Melemahnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia juga turut mendorong permintaan terhadap emas. Ketika nilai dolar melemah, emas yang dihargai dalam dolar menjadi lebih murah bagi pembeli internasional, sehingga daya tariknya meningkat.
"Emas adalah aset manajemen risiko penting yang dimiliki oleh berbagai entitas termasuk bank sentral dan lembaga keuangan serta investor ritel," kata Watson.
Baca juga: Bertahun-tahun Pungut Emas dari TPS, Pemulung Ini Raup Rp 9,5 Juta
Tarif balasan yang diberlakukan Trump pada awal April sempat mendorong investor untuk menjual emas demi mendapatkan likuiditas, menyusul kejatuhan pasar saham.
Namun, langkah Trump yang kemudian mencabut sebagian besar tarif, kecuali terhadap China, memberi angin segar bagi pasar emas.
Sementara itu, kekhawatiran pasar terhadap perlambatan ekonomi global membuat investor memperkirakan bahwa bank sentral AS, Federal Reserve, akan kembali memangkas suku bunga.
Harapan terhadap biaya pinjaman yang lebih rendah ini melemahkan daya tarik obligasi dan mendorong permintaan terhadap aset seperti emas.
Selain sebagai alat lindung nilai terhadap inflasi dan krisis, emas juga dipandang sebagai aset berwujud yang langka dan tahan lama. Meskipun tidak semua orang memiliki emas batangan, emas tetap populer dalam bentuk perhiasan.
"Orang menginginkan aset berwujud yang dapat mereka miliki," ujar John Reade, ahli strategi di World Gold Council.
Dalam wawancara dengan AFP, Reade menekankan bahwa emas menjadi aset yang dicari ketika kepercayaan terhadap institusi seperti pemerintah dan bank mulai goyah.
Baca juga: Jam Emas Penumpang Titanic Dilelang dan Laku Rp 31 Miliar