TEPI BARAT, KOMPAS.com – Ketegangan terus membayangi warga Palestina di Masafer Yatta, wilayah perbukitan tandus di selatan Hebron, Tepi Barat yang diduduki.
Mereka hidup dalam kecemasan, menyusul meningkatnya serangan dan intimidasi dari pemukim Israel serta ancaman pembongkaran desa-desa mereka.
Ali Awad (27), warga Desa Tuba, salah satu dari belasan desa di Masafer Yatta mengaku kelelahan karena harus berjaga sepanjang malam. Ia menyaksikan seorang pemukim Israel bertopeng menunggang kuda mengelilingi rumah keluarganya.
Baca juga: Trump-Netanyahu Dinner Bareng, di Luar Gedung Putih PM Israel Didemo
“Ketika kami melihat pemukim bertopeng itu, kami tahu dia menginginkan kekerasan, matanya merah. Mereka beruntung kali ini, pemukim itu menghilang ke dalam kegelapan sebelum polisi bisa muncul,” kata Awad seperti dikutip The Guardian, Senin (7/7/2025).
Menurut Awad, malam hari menjadi waktu paling rawan. Para pria di desa bergiliran berjaga, khawatir akan adanya serangan mendadak dari pemukim.
Namun siang hari pun tidak memberi rasa aman. Warga tetap waspada, mengamati suara kendaraan dan cakrawala, mengantisipasi datangnya buldoser yang bisa berarti rumah mereka akan diratakan.
Sejak tahun 1981, pemerintah Israel menetapkan wilayah Masafer Yatta sebagai zona pelatihan militer bernama Zona Tembak 918. Status ini membuat kawasan tersebut tidak diperuntukkan bagi permukiman sipil.
Tetapi, sekitar 1.200 warga Palestina tetap bertahan. Mereka telah memperjuangkan hak tinggal mereka di pengadilan Israel selama lebih dari 20 tahun.
Gugatan hukum itu memperlambat, namun belum mampu menghentikan sepenuhnya pembongkaran rumah-rumah di wilayah tersebut.
Baca juga: Tak Senang dengan Putin, Trump: AS Bakal Kirim Banyak Senjata ke Ukraina
Situasi kini makin genting setelah sebuah lembaga administratif Israel baru-baru ini mengeluarkan keputusan yang, menurut para pengacara dan aktivis, berpotensi menghilangkan hambatan hukum terakhir terhadap pembongkaran bangunan di Masafer Yatta.
Jika diterapkan, keputusan ini dapat memicu pemindahan paksa terhadap ribuan warga.
“Ini akan menjadi pemindahan paksa, yang merupakan kejahatan perang. Ini juga dapat menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan jika dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil mana pun, dengan mengetahui serangan tersebut,” kata Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada 26 Juni 2025.
Langkah administratif tersebut berasal dari Biro Perencanaan Pusat Administrasi Sipil, badan militer Israel yang bertugas menerbitkan izin konstruksi di wilayah Palestina.
Pada 18 Juni lalu, biro tersebut menginstruksikan penolakan terhadap semua permohonan izin pembangunan yang masih tertunda di Masafer Yatta.
Sebelumnya, warga masih memiliki ruang untuk mengajukan izin pembangunan. Selama proses permohonan berlangsung, bangunan mereka tidak dapat dihancurkan secara hukum.