TOKYO, KOMPAS.com - Jepang kembali mencatat rekor suhu tertinggi pada Selasa (5/8/2025), dengan suhu mencapai 41,8 derajat celsius di Kota Isesaki, Prefektur Gunma.
Angka ini melampaui rekor sebelumnya sebesar 41,2 derajat Celsius yang tercatat di Prefektur Hyogo pada pekan lalu, sebagaimana dilansir AFP.
Badan Meteorologi Jepang memperingatkan, gelombang panas kemungkinan besar masih akan berlanjut, seiring dengan pola cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim.
Baca juga: Suhu Turkiye Lampaui 50 Celsius, Warga Teriak Tagihan AC Bengkak
"Juli menjadi bulan terpanas sejak pencatatan dimulai pada 1898, dengan suhu rata-rata nasional 2,89 derajat lebih tinggi dari rerata periode 1991–2020," kata badan tersebut pada Jumat (1/8/2025).
Tak hanya Isesaki, Tokyo juga mengalami suhu tinggi yang ekstrem. Warga mulai khawatir dengan dampak pemanasan global yang makin terasa.
"Saya sangat prihatin dengan pemanasan global, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, saya tidak bisa hidup tanpa menyalakan AC," ujar Mayomi Saito, seorang pekerja kantoran, kepada AFP.
"Saya tidak tahu harus berbuat apa, saya hanya berusaha keras untuk melewati setiap hari," tambahnya.
Baca juga: Peningkatan Suhu Global dan Perubahan Iklim Picu Risiko Komplikasi Kehamilan
Musim panas di Jepang tahun ini menyamai rekor tahun 2023 sebagai yang terpanas kedua di Jepang sejak pencatatan dimulai 126 tahun lalu.
Kyoto juga mengalami suhu ekstrem dengan temperatur mencatat 40 derajat celsius pekan lalu.
Ini merupakan kali pertama seluruh titik pengamatan di wilayah tersebut, baik yang didirikan sejak 1880 hingga yang terbaru pada 2002, mencatat suhu setinggi itu.
Fenomena suhu tinggi turut berdampak pada lingkungan dan pertanian. Selimut salju di Gunung Fuji, yang biasanya muncul pada awal Oktober, tahun lalu baru terlihat pada awal November, periode terlama sejak pencatatan dimulai.
Pohon sakura pun terdampak. Para ahli mengungkapkan bahwa bunga sakura di Jepang mulai mekar lebih awal, atau dalam beberapa kasus tidak mekar sepenuhnya, akibat musim gugur dan musim dingin yang tak cukup dingin untuk memicu pembungaan.
Baca juga: Jalan di Detroit AS Beku Usai Banjir Saat Suhu Dingin Ekstrem
Suhu ekstrem juga memengaruhi sektor pertanian. Sejumlah bendungan dan area persawahan di berbagai wilayah Jepang dilaporkan mengalami kekurangan air.
Para petani mengeluhkan proses penanaman padi terganggu akibat cuaca panas dan minimnya curah hujan.
Musim hujan pun berakhir lebih cepat, sekitar tiga pekan lebih awal dari biasanya di wilayah barat Jepang dan menjadi sebuah rekor baru.
Badan Meteorologi mencatat bahwa curah hujan selama bulan Juli tergolong rendah di hampir seluruh wilayah, terutama di bagian utara yang menghadap ke Laut Jepang.
Baca juga: India Dilanda Gelombang Panas, Suhu Dekati 50 Derajat Celsius
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini