JENEWA, KOMPAS.com - Organisasi masyarakat sipil di Jenewa menyerukan negara-negara di seluruh dunia berhenti menggunakan filter rokok berbahan dasar plastik.
Pada 5-14 Agustus, negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkumpul di Jenewa untuk menyelesaikan perjanjian plastik global.
Ini adalah pertemuan kedua putaran kelima untuk perjanjian global guna mengakhiri polusi plastik (INC-5.2).
Baca juga: Ilmuwan Jepang Temukan Plastik yang Cepat Larut dalam Air
Salah satu sumber polusi plastik yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah filter rokok yang berbahan dasar plastik.
Meski ukurannya kecil, filter ini memiliki jejak lingkungan yang sangat besar.
Filter rokok terbuat dari selulosa asetat, sebuah bahan plastik yang terurai perlahan menjadi mikroplastik berbahaya.
Setiap tahun, diperkirakan 4,5 triliun puntung rokok dibuang di seluruh dunia atau setara dengan 460 miliar puntung di Asia Tenggara.
Sampah plastik dari puntung rokok di Asia Tenggara hanyalah gambaran kecil dari masalah global.
Baca juga: Setelah Perang Dagang Mereda, China Justru Kenakan Tarif Antidumping untuk Plastik AS
Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Tenggara (SEATCA) menuntut akuntabilitas pemerintah atas dampak negatif tembakau yang tidak hanya membahayakan kesehatan masyarakat, tetapi juga lingkungan.
SEATCA berharap negosiasi akhir perundingan ini dapat mengarahkan negara-negara kawasan Asia Tenggara untuk membalikkan krisis polusi plastik atau terus membayar sekitar 10 miliar dollar AS (Rp 163 triliun) untuk membersihkan polusi dari filter rokok beracun.
Menurutnya, negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) harus berkomitmen untuk melakukan bagian mereka secara adil dalam bernegosiasi dan mencapai keputusan konkret untuk masa depan yang bebas plastik.
Baca juga: Kuil Kecil di India Dipenuhi Botol Plastik, Ternyata Persembahan untuk Hantu yang Haus
“Filter rokok harus disingkirkan. Industri tembakau harus bertanggung jawab, tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkannya terhadap kesehatan masyarakat, tetapi juga atas kerusakan lingkungan selama ini,” kata Mary Assunta selaku Penasihat Kebijakan Senior SEATCA dalam keterangan yang diterima Kompas.com pada Jumat (8/8/2025).
“Kami mendesak negara-negara anggota ASEAN dan dunia. Kami mendesak para pembuat kebijakan untuk melakukan hal yang besar, demi rakyat dan planet ini,” tambah Assunta.
Setiap negara anggota ASEAN, kecuali Indonesia, merupakan masuk dalam WHO FCTC (Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau Organisasi Kesehatan Dunia).
Negara-negara tersebut telah berkomitmen untuk melibatkan industri tembakau untuk mengambil langkah untuk mengatasi krisis sampah plastik.