KOMPAS.com - Rakyat Indonesia melayangkan 17 tuntutan jangka pendek yang wajib dipenuhi pemerintah dengan tenggat waktu hingga 5 September 2025.
Desakan ini muncul setelah gelombang demonstrasi besar pada 28–30 Agustus 2025 dan viralnya kampanye “17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, Empati” di media sosial.
17+8 Tuntutan Rakyat adalah 17 poin tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang yang dilayangkan kepada pemerintahan Presiden Prabowo.
Baca juga: Arti Brave Pink, Hero Green, dan Resistance Blue yang Ramai di Medsos Lengkap dengan Kode Warnanya
Rakyat memiliki 17 poin tuntutan yang diharapkan dipenuhi oleh pemerintah paling lambat pada 5 September 2026.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan lembaganya akan menanggapi tuntutan 17+8 yang ramai di media sosial setelah munculnya gelombang unjuk rasa di berbagai daerah.
Dilansir dari Antara, menurut Dasco, poin-poin tersebut juga disampaikan langsung oleh perwakilan mahasiswa dalam audiensi bersama DPR RI pada Rabu (3/9/2025).
“Termasuk 17+8, kita akan lakukan besok rapat evaluasi dengan pimpinan-pimpinan fraksi untuk menyatukan pendapat dan kesepakatan di DPR,” ujarnya di kompleks parlemen, Jakarta.
Ia menegaskan, DPR pada prinsipnya selalu menyerap aspirasi publik melalui rapat dengar pendapat di komisi-komisi.
Terkait aksi demonstrasi di depan kompleks parlemen beberapa waktu lalu, Dasco menyebut DPR sebenarnya berniat menemui massa. Namun situasi berubah karena aksi dinilai sudah tidak murni lagi.
“Begitu kita mau keluar itu sudah bukan murni unjuk rasa, ada penumpang-penumpang gelap yang tentunya suasana di lapangan tidak kondusif,” kata Dasco.
Ia menambahkan, DPR sudah lebih dulu melakukan evaluasi internal bahkan sebelum pertemuan dengan mahasiswa. Evaluasi dan reformasi itu, kata Dasco, akan dipimpin langsung Ketua DPR RI Puan Maharani.
“Tentunya tekad seluruh anggota DPR yang mengambil memetik pelajaran dari peristiwa ke belakang untuk menjadikan evaluasi secara bersama,” ujarnya.
Dilansir dari Kompas.com (2/9/2025), Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai demonstrasi yang belakangan terjadi memiliki justifikasi kuat sebagai bentuk protes atas kondisi rakyat yang kian sulit.
Sementara itu, menurutnya, para elit dan wakil rakyat justru hidup dalam gaya hedonis dengan menghamburkan uang.
Karena itu, ia menilai tuntutan 17+8 bersifat realistis dan berlandaskan alasan yang kuat sehingga perlu dijadikan masukan penting untuk meluruskan arah pembangunan.