Dalam studi baru tersebut, para peneliti membuat tikus yang sistem kekebalannya lemah dengan R. fluvialis dan menemukan bahwa beberapa sel jamur berevolusi dengan cepat untuk tumbuh lebih agresif.
Tim kemudian mengamati jamur tersebut dalam cawan laboratorium yang suhunya dijaga pada suhu tubuh manusia. Pada suhu tersebut, ragi bermutasi 21 kali lebih cepat daripada pada suhu ruangan, sekitar 25 C.
Cuaca panas juga membuat R. fluvialis lebih mungkin menjadi resistan terhadap obat. Ketika terpapar obat antijamur amfoterisin B, ragi mengembangkan resistensi lebih cepat pada suhu tubuh daripada pada suhu ruangan.
Jika ragi seperti R. fluvialis lebih mungkin menjadi virulen dan resistan terhadap obat pada suhu tinggi, pemanasan global berpotensi mendorong evolusi patogen jamur baru yang berbahaya.
Namun, khususnya untuk R. fluvialis, beberapa ilmuwan berpendapat agar tidak terburu-buru mengambil simpulan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini