KOMPAS.com - Hari Jumat, 6 Juni 2025 lalu, umat Islam di seluruh dunia baru saja merayakan Idul Adha 1446 Hijriah dengan menyembellih hewan kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Namun, di tengah semarak pelaksanaan kurban, muncul satu pertanyaan yang cukup sering ditanyakan: apakah pengurban boleh memakan daging hewan kurban?
Pengurban boleh memakan daging hewan kurban jika bukan kurban nazar, dengan porsi maksimal sepertiga, sementara sisanya dibagikan kepada fakir miskin, tetangga, dan kerabat sesuai aturan pembagian daging kurban dalam Islam.
Mari kita simak penjelasan lengkapnya!
Baca juga: Doa Menyembelih Hewan Qurban: Lafaz Lengkap dan Waktu Pelaksanaannya
Dilansir dari situs resmi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) Kantor Kota Denpasar, para ulama membagi hukum memakan daging kurban oleh pengurban menjadi dua bagian, tergantung pada jenis kurban yang dilakukan:
Jika kurban yang dilakukan adalah kurban sunnah atau tathawwu’, maka ulama sepakat bahwa orang yang berkurban boleh memakan daging kurbannya sendiri, dan bahkan dianjurkan untuk memakannya.
Hal ini didasarkan pada sunnah Rasulullah SAW. Disebutkan bahwa Rasulullah SAW ketika Hari Raya Idul Fitri tidak keluar untuk salat hingga makan terlebih dahulu, sedangkan saat Idul Adha beliau tidak makan sebelum kembali dari salat, dan makan hati dari hewan kurbannya.
Ini menjadi dalil kuat bahwa menikmati sebagian daging kurban adalah amalan yang dicontohkan Nabi SAW.
Baca juga: Apa yang Dilarang Sebelum Berkurban? Ini 4 Hal yang Harus Dihindari
Berbeda halnya dengan kurban nazar, yaitu kurban yang dilakukan karena seseorang berjanji (bernazar) kepada Allah SWT untuk menyembelih hewan kurban apabila suatu keinginan atau peristiwa terjadi.
Dalam hal ini, pengurban tidak diperbolehkan memakan daging kurban tersebut sedikit pun, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai kitab fikih.
Hukum ini berlaku juga untuk hadyu yang wajib karena nazar, di mana seluruh bagian dari hewan kurban harus disedekahkan, termasuk tanduk dan kuku hewan tersebut.
Jika orang yang berkurban karena nazar tetap memakan sebagian dagingnya, maka ia wajib menggantinya dengan nilai yang setara dan disedekahkan kepada fakir miskin.
Jadi, tidak benar jika ada anggapan bahwa pengurban selamanya tidak boleh makan daging kurban.
Hanya pada kurban nazar-lah hal itu berlaku. Untuk kurban sunnah, justru dianjurkan pengurban memakan sebagian dagingnya sebagai bentuk rasa syukur.
Baca juga: Hukum Kurban bagi Orang yang Sudah Meninggal, Ini Penjelasan Ulama 4 Mazhab
Lalu, berapa banyak daging yang boleh dimakan oleh pengurban dan keluarganya? Jawabannya, pembagiannya mengikuti anjuran syariat dan ulama yang berlandaskan pada keadilan serta kemaslahatan sosial.
Dilansir dari situs resmi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), daging kurban sebaiknya dibagi menjadi tiga bagian utama, sebagai berikut:
Shahibul kurban (orang yang berkurban) berhak memakan sepertiga bagian dari daging kurban tersebut. Ini merupakan bentuk rasa syukur dan nikmat kebersamaan yang Allah karuniakan kepada keluarga.
Meski tidak ada ketentuan batasan yang sangat ketat, para ulama menyarankan agar pengurban tidak mengambil lebih dari sepertiga, agar manfaat dari kurban bisa dirasakan juga oleh masyarakat yang membutuhkan.
Sepertiga bagian lainnya dianjurkan disedekahkan kepada fakir miskin, sebagai bentuk ibadah sosial dan rasa kepedulian terhadap sesama.
Ini adalah ruh dari kurban, yaitu membahagiakan mereka yang mungkin hanya bisa menikmati daging setahun sekali.
Baca juga: 6 Keutamaan Ibadah Kurban Idul Adha untuk Umat Islam
Bagian terakhir dibagikan kepada tetangga dan kerabat, sebagai upaya mempererat silaturahmi dan membangun hubungan sosial yang harmonis dalam masyarakat.
Nilai persaudaraan inilah yang menjadi salah satu hikmah penting dari berkurban.
Menurut Oni Sahroni dalam Buku Saku Fikih Qurban: Qurban Kekinian (2022), menurut pendapat para ulama, seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah (1983: 3/278) dan Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqh Sunnah (2013: 3/378), prinsip pembagian daging kurban adalah untuk dimakan sebagian oleh pengurban, disedekahkan kepada fakir miskin, dan disimpan bila diperlukan.
Secara umum, pembagian daging kurban dianjurkan dilakukan di wilayah tempat penyembelihan, agar manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar, terutama para fakir miskin.
Baca juga: Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban Sesuai Syariat dan Kepedulian
Namun, tidak ada larangan jika daging kurban dibagikan ke luar daerah, selama dianggap lebih maslahat.
Hal ini relevan dengan kondisi zaman sekarang, di mana masih ada daerah-daerah terpencil yang masyarakatnya sulit mengakses daging kurban pada hari-hari penyembelihan.
Dalam situasi seperti itu, daging kurban boleh diawetkan atau diolah terlebih dahulu, lalu disalurkan ke wilayah lain agar tetap bermanfaat dan sampai ke tangan yang membutuhkan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengurban boleh memakan daging hewan kurban jika kurban tersebut bukan kurban nazar. Untuk kurban sunnah, memakan sebagian daging bahkan menjadi sunnah yang dianjurkan.
Penting juga untuk memahami siapa saja yang tidak boleh makan daging kurban—yaitu orang yang berkurban karena nazar, atau mereka yang tidak berhak menerima daging kurban sesuai aturan.
Dengan mengikuti aturan pembagian daging kurban yang diajarkan dalam Islam, kita tidak hanya menjalankan ibadah dengan benar, tetapi juga menyebarkan manfaat kurban secara lebih luas, merata, dan penuh berkah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.