Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah DPR RI dari Volksraad hingga Era Reformasi: Begini Perjalanannya

Kompas.com - 28/08/2025, 14:00 WIB
Lusianti Dwi Cahyani,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejarah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berawal dari pembentukan Volksraad pada masa kolonial Belanda. 

Dari Volksraad kemudian berkembang menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) setelah Indonesia merdeka pada 29 Agustus 1945. KNIP inilah yang menjadi cikal bakal DPR saat ini.

Ketua DPR pertama dijabat oleh Sartono pada tahun 1949 dengan masa jabatan lima tahun. 

Seiring berjalannya waktu, lembaga legislatif Indonesia mengalami berbagai perubahan sistem politik, mulai dari Republik Indonesia Serikat (RIS), Demokrasi Parlementer, hingga memasuki era Reformasi. 

Baca juga: Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)

Perubahan besar terjadi setelah amandemen UUD 1945 yang memindahkan kekuasaan legislasi dari Presiden kepada DPR.

Perjalanan sejarah DPR RI 

Berikut perkembangan DPR RI dari tahun ke tahun: 

Periode Volksraad pada Masa Penjajahan Belanda (1918)

Volksraad atau Dewan Rakyat diumumkan dalam Staatsblad Hindia No.114 tahun 1916 dan mulai berlaku pada 1 Agustus 1917.

 Dewan ini resmi dibentuk pada tahun 1918 oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum.

Volksraad berfungsi memberikan nasihat kepada Gubernur Jenderal, sehingga perannya jauh berbeda dengan parlemen pada umumnya. 

Dewan ini tidak memiliki hak angket maupun kewenangan menentukan anggaran negara.

Meski terbatas, beberapa tokoh nasionalis seperti M.H. Thamrin menggunakan Volksraad sebagai sarana memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia melalui jalur parlementer.

Baca juga: Sejarah Terbentuknya DPR RI

Periode Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 1945–1949

Setelah proklamasi kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum terbentuk. 

Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 menyebutkan bahwa sebelum MPR, DPR, dan Dewan Pertimbangan Agung terbentuk, maka kekuasaan dijalankan Presiden dengan bantuan sebuah komite.

Komite inilah yang kemudian disebut KNIP dan menjadi badan legislatif peralihan. 

KNIP menggelar sidang di Solo (1946), Malang (1947), dan Yogyakarta (1949). Pada periode ini, Republik Indonesia juga menandatangani dua perjanjian penting dengan Belanda, yaitu Linggarjati dan Renville.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau