KOMPAS.com - Di sebuah desa kecil di Wonogiri, berdiri sebuah rumah sederhana yang menjadi tempat anak-anak belajar bermimpi yang disebut Rumah Baca Sang Petualang.
Awalnya, gerakan ini lahir dari kegelisahan seorang bernama Wahyudi yang prihatin melihat generasi muda lebih akrab dengan rental PlayStation daripada rak buku.
Dari gaji pas-pasan sebagai penjaga pos polisi, ia menyisihkan uangnya untuk membeli buku murah di Jakarta, lalu membawanya pulang ke kampung halaman.
Baca juga: Hilang Selama 82 Tahun, Buku Perpustakaan Ini Akhirnya Kembali dengan Kisah Misterius
Dari seratus buku pertama yang terkumpul, lahirlah sebuah ruang baca yang perlahan berkembang menjadi pusat kegiatan literasi di kampung halamannya di Desa Tirtosuworo, Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah.
Perjalanannya tidak mudah, mulai dari berjualan telur dadar sambil membawa buku keliling sekolah, hingga harus berpindah tempat karena keterbatasan dukungan.
Namun, konsistensi dan semangat pantang menyerah membuat Rumah Baca Sang Petualang bertahan, bahkan mengantarkannya ke Istana Negara sebagai salah satu pegiat literasi terpilih.
Berikut ini kisah Wahyudi yang peduli dengan literasi anak-anak dengan mendirikan Rumah Baca Sang Petualang.
Baca juga: 3 Fakta Hari Buku Sedunia yang Jatuh Setiap 23 April
Tahun 2014, di sela pekerjaannya sebagai penjaga pos polisi di Jakarta dengan gaji Rp 600.000 per bulan, Wahyudi mulai gelisah melihat anak-anak di kampungnya di Desa Tirtosuworo, Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, yang lebih sering menghabiskan waktu bermain PlayStation ketimbang membaca.
Dari keresahan itu, ia mulai menyisihkan gajinya untuk membeli buku-buku murah di Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
“Waktu itu saya lihat anak-anak lebih senang nongkrong di rental PS. Saya pikir, kalau mereka punya akses buku, mungkin bisa berubah,” ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (17/8/2025).
Baca juga: 5 Tempat yang Dijuluki sebagai Kota Buku Terbaik di Dunia
Selain berburu buku sendiri, Wahyudi juga rajin mengikuti acara Kick Andy, yang sering membagikan buku gratis bagi penonton.
Buku-buku itu kemudian dikumpulkan, hingga pada 2015 terkumpul sekitar seratus eksemplar yang menjadi modal awal berdirinya Rumah Baca Sang Petualang.
“Setiap pulang dari Jakarta, tas saya selalu penuh buku. Rasanya senang sekali bisa bawa pulang bacaan buat anak-anak,” tambahnya.
Baca juga: Cara Mengurus Buku Nikah yang Hilang atau Rusak, Apa Saja Syaratnya?