KOMPAS.com - Pemerintah sedang merumuskan perubahan Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Kementerian Haji.
Pembentukan ini didasari kesepakatan DPR RI dan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Perubahan ini dipandang perlu untuk memperjelas kewenangan negara dalam pengelolaan ibadah haji. DPR dan pemerintah menilai posisi kementerian lebih tepat dibanding badan.
Baca juga: Apakah Daftar Haji Masih di Kemenag?
Rencana tersebut sudah diketahui Presiden Prabowo Subianto dan dituangkan dalam Surat Presiden (Surpres) untuk dasar pembahasan bersama DPR.
Lantas, apa perlunya BP Haji diubah menjadi kementerian dan sejauh mana prosesnya?
Menurut Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto, urusan haji masuk kategori kewenangan absolut negara. Karena itu, pengelolaannya dinilai tidak bisa cukup ditangani oleh badan.
"Tapi itu kan sebenarnya sub-urusan, ya. Jadi kalau agama itu kan urusan pemerintahan yang absolut, ya. Jadi kita nggak bisa urusan haji itu menjadi urusan pemerintahan," ucap Bambang, dikutip dari Kompas.com, Jumat (22/8/2025).
Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menambahkan, kesepakatan perubahan juga diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
"Dan tadi sepertinya sudah disepakati bunyi pasalnya, sehingga tidak mengakibatkan tumpang tindih," kata Marwan, dilansir dari Kompas.com, Jumat.
Baca juga: Apakah Gelar Haji Boleh Ditambahkan ke KTP dan KK? Ini Kata Dukcapil
Wamensesneg menyebutkan, penambahan kementerian di tengah masa jabatan sah-sah saja.
Hal ini dikarenakan tidak ada aturan yang melarang penambahan kementerian di tengah masa jabatan presiden.
"(Kementerian berpotensi) akan bertambah, badannya akan berkurang. Enggak masalah," ujarnya.
Menurutnya, penambahan satu kementerian tidak akan menyalahi undang-undang.
Dengan demikian, Kabinet Merah Putih era Prabowo berpotensi bertambah satu kementerian.
Apakah Presiden Prabowo sudah menyetujui rencana ini?