KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti anggaran jumbo yang digelontorkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan kunjungan kerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Menurut data daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) DPR 2023–2025, negara harus menyiapkan Rp 1,6 triliun untuk membayar gaji dan tunjangan 580 anggota DPR sepanjang 2025.
Jika total anggaran itu dibagi ke anggota DPR, maka tiap bulannya akan menghabiskan Rp 138 miliar.
Kemudian, kalau dibagikan kepada 580 anggota DPR, masing-masing orang akan mendapatkan Rp 239 juta.
Baca juga: Sahroni Dicopot dari Wakil Ketua Komisi III DPR, Buntut Pernyataan Tolol?
Berangkat dari hal ini, apakah gaji dan tunjangan ratusan juta yang diberikan ke anggota DPR ini sudah sesuai dengan kinerja mereka saat ini?
Koordinator Divisi Edukasi Publik ICW, Nisa Rizkiah Zonzoa mengatakan, besaran gaji yang diterima anggota DPR tidak sebanding dengan kinerja mereka saat ini.
Menurut dia, belum ada aksi nyata yang dilakukan DPR kepada rakyatnya.
"Kami melihat itu (gaji dan tunjangannya) tidak sebanding, tidak sesuai, karena yang dikerjakan oleh DPR untuk rakyat apa sih? Sejauh mana DPR sudah berpihak kepada rakyat?" ujar Nisa saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/8/2025).
Ia menjelaskan, apabila DPR memang mau mendengarkan rakyat, maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi.
Namun, nyatanya saat ini masyarakat masih kesulitan untuk makan.
Baca juga: Disinggung Mahfud MD, Apa Risiko Negara Tanpa DPR?
"Ini juga pajak naik di mana-mana. Apa yang dilakukan DPR? Selama berjalannya pemerintahan baru 8 bulan berjalan ini, apa saja Undang-Undang yang disahkan DPR?" kata Nisa.
Nisa menilai UU yang disahkan atau didukung oleh DPR justru yang mengundang polemik pada publik, seperti UU TNI.
"Apa urgensinya harus segera disahkan gitu ya," lanjut dia.
Selain itu, Nisa menilai DPR cenderung tidak mengutamakan UU yang justru menyelamatkan rakyat. Salah satunya, UU Perampasan Aset.
Ia mengatakan, DPR sampai saat ini tidak melanjutkan pembahasan UU Perampasan Aset.
"Berkaca dari itu saja, dengan kerja-kerjanya DPR sangat tidak sebanding dengan gaji dan tunjangannya ya," imbuh dia.
Tidak hanya kinerja, Nisa juga menganggap perkataan DPR kurang baik belakangan ini.
Ia mengatakan, kata-kata yang keluar dari anggota DPR kurang enak atau tidak pantas didengar oleh rakyat.
"Mereka (DPR) berkata kasar seperti 'breng***', atau ngata-ngatain orang yang demo, yang bilang bahwa tunjangan rumah Rp 50 juta itu masuk akal bagi DPR, karena ya mereka menganggap itu setimpal karena tidak dikasih rumah di sekitar Senayan gitu," kata Nisa.
"Dari perilaku, perkataan, dan pemikiran mereka, tidak sebanding jika mendapatkan gaji dan tunjangan mencapai Rp 239 juta per bulan," lanjut dia.
Baca juga: Ulang Tahun DPR 29 Agustus 2025: Sejarah dan Rendahnya Tingkat Kepercayaan Masyarakat
Dari rincian gaji dan tunjangan tersebut, Nisa mengatakan, sangat diperlukan untuk peninjauan ulang dan evaluasi.
Sebab, hingga saat ini masyarakat tidak tahu transparansi gaji da tunjangan Rp 239 juta untuk anggota DPR.
"Kami merasa tidak ada perhitungan yang jelas, apalagi jika disandingkan dengan kinerja DPR yang kalau kita lihat sekarang tidak sepenuhnya berpihak pada kebutuhan publik," ucap Nisa.
Padahal, masyarakat Indonesia saat ini teriak-teriak semua harga bahan makanan pokok mahal.
Kemudian, nilai tukar uang juga semakin kecil gitu nilainya.
Namun, menurut Nisa, tidak ada hal yang dilakukan DPR untuk memperbaiki kondisi ekonomi tersebut.
Baca juga: Pola Pikir yang Seharusnya Melekat pada Anggota DPR...
"Apalagi lapangan pekerjaan juga sulit. Tapi kan DPR tidak peduli, yang dilakukan malah menaikkan tunjangan dan itu untuk rumah," tegas Nisa.
"Tunjangan rumah itu hal yang sebetulnya tidak penting untuk dilakukan. Bukannya memberikan solusi untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang menandakan bahwa mereka adalah wakil rakyat dan seharusnya mereka memang peduli pada rakyat," pungkasnya.
Dengan gaji dan tunjangan yang mencapai Rp 239 juta per bulan itu bukanlah angka kecil.
Yang menjadi persoalan adalah dengan besaran gaji dan tunjangan Rp 239 juta, nyatanya DPR tidak berpihak pada kebijakan rakyat.
Padahal gaji dan tunjangan mereka dibayarkan dengan uang pajak rakyat.
"Itu menjadi sesuatu yang bagi kami ya mubazir aja. Kecuali kalau mereka digaji segitu tapi kinerjanya betul, baik, bagus, begitu," imbuhnya.
Baca juga: Demo Buruh 28 Agustus di Gedung DPR, Apa yang Perlu Diketahui?
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini