KOMPAS.com - Sebuah video yang viral di Instagram menampilkan parodi insiden yang menimpa pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan.
Diketahui, Affan meninggal setelah dilindas mobil kendaraan taktis (rantis) Brimob, pada 28 Agustus 2025 dalam unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR RI.
Ketika dikonfirmasi oleh Kompas.com, pengunggah mengungkapkan bahwa parodi tersebut ditampilkan dalam acara karnaval HUT RI Desa Sukobendu, Mantup, Lamongan, Jawa Timur, pada Minggu (31/8/2025).
"Aksi teatrikal dari warga dusun setempat berhasil mencuri perhatian penonton karena dinilai penuh emosi dan dianggap mewakili keresahan masyarakat atas dugaan tindakan brutal aparat," tulis keterangan video.
Menanggapi unggahan, sebagian warganet mengapresiasi penampilan tersebut sementara sebagian yang lain mengngatkan akan trauma keluarga,
Lantas, bagaimana pandangan psikolog?
Baca juga: Bripka Rohmat Sopir Pelindas Affan Kurniawan Dihukum Demosi 7 Tahun, Apa Artinya?
Dosen Psikologi UNISA Yogyakarta, Ratna Yunita Setiani Subardjo mengatakan bahwa parodi atau penampilan teater yang menampilkan insiden Affan dapat dianggap tidak etis.
Utamanya, sebab kejadian ini masih sangat baru dan menimbulkan kemarahan serta kesedihan bagi banyak orang.
"Mengingat sensitivitas dan dampak emosional yang masih sangat kuat, lebih baik mencari tema lain yang tidak berpotensi memicu kembali trauma atau kemarahan," terang Ratna saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/9.2025).
Ratna mengingatkan bahwa jangan sampai upaya mengikuti tren atau menyebar kesadaran mengorbankan empati dan rasa hormat terhadap korban dan keluarga yang terdampak.
Dengan begitu, dia menilai bahwa lebih penting untuk memprioritaskan sensitivitas dan etika, serta mempertimbangkan dampaknya bagi masyarakat, dalam situasi yang seperti ini.
"Mestinya kondisi ini diikuti empati bukan nirempati. Meski maksudnya baik, namun pesan yang diusung bukan merupakan refleksi terbaik," tutur dia.
Baca juga: UPDATE Kasus Affan Tewas Dilindas Rantis Brimob: Ada Unsur Kesengajaan, Kompol Brimob Dipecat
Ratna melanjutkan bahwa peristiwa traumatis bisa meninggalkan dampak jangka panjang pada individu dan masyarakat.
"Penyajian kembali peristiwa traumatis dapat memicu kembali gejala PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) dan emosi negatif lainnya," jelas Ratna.
Dia menambahkan bahwa dalam teori pengaruh sosial, perilaku dan sikap individu dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Dalam kasus ini, kata dia, penampilan drama atau teater juga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap korban dan keluarga yang terkena dampak.
Dengan mempertimbangkan teori dan sudut pandang psikologi, Ratna menyimpulkan bahwa parodi insiden Affan dapat dianggap tidak etis dan berpotensi memicu kembali trauma dan kemarahan.
"Karena itu, penting untuk memprioritaskan sensitivitas dan etika dalam memilih tema dan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat luas," pungkas dia.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini