NAURU, KOMPAS.com - Nauru, negara kepulauan kecil di Samudera Pasifik, menawarkan kewarganegaraan bagi siapa saja yang bersedia membayar 105.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,7 miliar.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi negara terkecil ketiga di dunia tersebut untuk menghadapi ancaman lingkungan akibat perubahan iklim.
Dengan paspor Nauru, pemegangnya bisa menikmati akses bebas visa ke 89 negara, termasuk Inggris, Hong Kong, Singapura, dan Uni Emirat Arab.
Baca juga: Nauru Pilih Putus Hubungan dengan Taiwan dan Beralih ke China, Apa Alasannya?
Program ini juga diharapkan menjadi sumber pendapatan baru bagi negara yang kini menghadapi tantangan besar akibat kenaikan permukaan laut, erosi pantai, dan badai yang semakin parah.
Dulu, Nauru sempat berjaya sebagai negara kaya fosfat. Namun, eksploitasi sumber daya alam secara masif membuat sebagian besar wilayahnya tidak lagi layak huni.
Tambang fosfat telah mengikis 80 persen daratan pulau itu, menyisakan lanskap berbatu yang tidak subur.
Dengan habisnya cadangan fosfat, Nauru berusaha mencari sumber pendapatan lain, termasuk dengan menjadi pusat penahanan luar negeri bagi pencari suaka yang mencoba masuk ke Australia.
Negara ini bahkan pernah menarik perhatian pengusaha kripto yang kini dipenjara, Sam Bankman-Fried, yang berencana membeli Nauru sebagai tempat berlindung dari kiamat.
Kini, Nauru mencoba solusi lain dengan meluncurkan program golden passport sebagai langkah konkret menghadapi ancaman perubahan iklim.
Pemerintah berharap dana yang diperoleh dari penjualan kewarganegaraan ini bisa digunakan untuk memindahkan sekitar 90 persen dari 12.500 penduduknya ke daerah yang lebih tinggi dan lebih aman.
Menurut estimasi pemerintah, program ini bisa menghasilkan sekitar 5,6 juta dollar AS (Rp 91,5 miliar) pada tahun pertama, dan berpotensi meningkat hingga 42 juta dollar AS (Rp 686 miliar) per tahun. Angka ini setara dengan 19 persen dari total pendapatan negara.
Baca juga: Sejarah Bangkrutnya Nauru, Negara Kaya Fosfat yang Salah Urus
Untuk memastikan program ini berjalan dengan baik, Pemerintah Nauru menegaskan bahwa seleksi calon penerima paspor akan dilakukan secara ketat.
Paspor tidak akan diberikan kepada individu dengan catatan kriminal tertentu atau mereka yang berasal dari negara-negara berisiko tinggi menurut PBB, seperti Rusia dan Korea Utara.
Selain itu, Nauru juga menggandeng Bank Dunia dan organisasi internasional lainnya untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas program ini.
Meski menjadi peluang ekonomi, program golden passport sering kali menuai kontroversi.
Banyak pihak khawatir paspor semacam ini bisa disalahgunakan oleh individu dengan kepentingan tersembunyi.
Namun, bagi negara berkembang seperti Nauru yang kesulitan memperoleh dana untuk mengatasi dampak perubahan iklim, langkah ini bisa menjadi solusi.
"Saat dunia masih memperdebatkan perubahan iklim, kami harus mengambil langkah nyata untuk mengamankan masa depan negara kami," kata Presiden Nauru David Adeang kepada CNN.
Di tengah ketidakpastian global terkait krisis iklim, strategi Nauru ini menjadi contoh bagaimana negara-negara kecil berusaha bertahan dengan sumber daya yang mereka miliki.
Baca juga: Ini Penjara Terkecil di Dunia yang Terdiri 2 Sel Tanpa Jendela
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini