JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik Blok Ambalat di perairan timur Kalimantan kembali mencuat, setelah Pemerintah Malaysia secara sepihak menyebut wilayah tersebut sebagai Laut Sulawesi.
Perubahan nomenklatur ini memicu perhatian publik karena kawasan tersebut masih menjadi obyek sengketa maritim antara Indonesia dan Malaysia sejak 2005.
Informasi yang diperoleh Kompas.com menyebutkan, Blok Ambalat adalah wilayah kaya minyak dan gas yang terletak di perbatasan laut kedua negara.
Baca juga: Malaysia Tak Mau Perang dengan Indonesia meski Tidak Akui Blok Ambalat
Isu ini kembali mengemuka setelah Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, dalam kunjungannya ke Sabah, menegaskan komitmen melindungi kedaulatan wilayah tersebut di tengah klaim laut dengan Indonesia.
“Kami akan menegosiasikannya dengan baik, tanpa menyerah. Kami akan melindungi setiap jengkal Sabah,” kata Anwar, dikutip dari Channel News Asia, Senin (4/8/2025).
Sementara itu, Presiden Indonesia Prabowo Subianto pada 27 Juni 2025 menyampaikan bahwa kedua negara telah sepakat memulai kerja sama ekonomi di wilayah sengketa melalui skema joint development.
"Contoh, masalah Ambalat, kita sepakat sambil menyelesaikan masalah hukum kita ingin mulai kerja sama ekonomi. Apa pun yang kita temui di laut akan bersama-sama dieksploitasi," ujarnya.
Meski demikian, Malaysia tetap menggunakan istilah ND6 dan ND7, sedangkan Indonesia mempertahankan sebutan Blok Ambalat.
Baca juga: WNI Tewas di Penjara Malaysia, Polisi Bantah Lakukan Penganiayaan
"Istilah Ambalat adalah nomenklatur yang digunakan Indonesia untuk memperkuat klaimnya. Posisi Malaysia jelas: Istilah yang tepat adalah Laut Sulawesi," kata Hasan, Senin (4/8/2025).
Ia menegaskan klaim Malaysia terhadap blok ND6 dan ND7 didasarkan pada hukum internasional dan diperkuat putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2002 terkait Pulau Sipadan dan Ligitan.
Pemerintah Malaysia menyebut pembahasan joint development masih berada pada tahap awal dan dilakukan melalui jalur diplomatik, hukum, serta teknis dalam forum penetapan batas maritim.
Mohamad juga mengingatkan bahwa perbedaan istilah dapat menimbulkan kebingungan publik dan berpotensi dimanfaatkan sebagai isu politik menjelang pemilihan umum negara bagian.
"Hubungan kita dengan Indonesia sangat baik—98 persen positif. Jangan sampai 2 persen masalah ini membuat kita berkonflik. Kita pasti tidak mau sampai berperang," ujarnya dalam sidang Dewan Rakyat, dikutip dari The Star.
Baca juga: Kisah Langka, Pria Malaysia Sadar dari Koma Usai Dengar Suara Penyanyi Siti Nurhaliza