BELAKANGAN ini, jagat media sosial ramai keluhan sejumlah nasabah bank yang mengaku rekeningnya tiba-tiba tidak bisa digunakan tanpa pemberitahuan yang jelas.
Dalam salah satu kasus viral, seorang nasabah menyampaikan bahwa rekeningnya diblokir, padahal tidak pernah digunakan dalam waktu lama.
Setelah ditelusuri, rekening tersebut ternyata sudah masuk kategori dormant—rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu dan untuk alasan keamanan diblokir oleh sistem bank.
Tak ayal, publik pun geger. Banyak yang merasa dirugikan, tidak sedikit pula yang menyalahkan pihak bank.
Fenomena ini menyingkap persoalan struktural yang lebih dalam: rendahnya literasi keuangan di tengah masyarakat.
Banyak orang masih beranggapan bahwa menyimpan uang di rekening bank sama seperti menyimpannya di brankas—aman, tidak berubah, dan bisa diambil kapan saja tanpa risiko.
Padahal, fungsi utama rekening bank bukanlah sebagai tempat menyimpan uang pasif, melainkan sebagai alat transaksi.
Baca juga: Ketika Negara Lebih Tertarik Rekening Nganggur Dibanding Pengangguran
Inilah saatnya masyarakat mulai melek terhadap pengelolaan keuangan modern dan memanfaatkan instrumen keuangan yang lebih tepat untuk menyimpan serta mengembangkan asetnya.
Secara konseptual, rekening bank—terutama tabungan biasa—didesain untuk memfasilitasi transaksi keuangan harian.
Gaji bulanan, pembayaran belanja daring, transfer antar-rekening, hingga penerimaan bantuan sosial pemerintah, semuanya masuk dan keluar melalui rekening ini.
Namun, berbeda dengan anggapan umum, saldo dalam rekening tidak akan diam begitu saja. Biaya administrasi, pajak bunga, dan kemungkinan pemotongan lain seperti biaya SMS banking atau dormansi tetap berjalan meskipun rekening tidak digunakan secara aktif.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur bahwa bank dapat menetapkan biaya atas rekening yang tidak aktif selama kurun waktu tertentu, biasanya enam hingga dua belas bulan.
Jika saldo terus menyusut akibat biaya tersebut, maka rekening dapat ditutup secara otomatis oleh sistem. Ini bukan kesalahan sistem perbankan, tetapi akibat dari ketidaktahuan nasabah terhadap syarat dan ketentuan layanan yang mereka gunakan.
Oleh karena itu, menyimpan dana dalam jumlah besar dan dalam waktu lama di rekening tabungan biasa bukanlah strategi keuangan yang bijak. Nilai uang yang disimpan justru tergerus oleh inflasi dan biaya rutin.
Bayangkan, jika bunga tabungan hanya 0,5 persen per tahun, sementara inflasi mencapai 3–4 persen, nilai riil dari uang tersebut sesungguhnya menyusut.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya