JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menekankan agar Polri mengedepankan pendekatan humanis dan tidak lagi berlaku represif dalam menghadapi masyarakat di ruang publik, semisal saat aksi demonstrasi.
Hal itu disampaikan merespons desakan reformasi di tubuh Polri dari pimpinan sampai ke bawahan, imbas aksi represif aparat yang masih terjadi saat menghadapi massa demonstrasi.
"Basisnya adalah pendekatan yang humanis. Kata kuncinya itu. Karena enggak mungkin ruang terbuka dan lain sebagainya dengan pendekatan represif, dengan pendekatan kekerasan," kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam kepada Kompas.com, Minggu (7/9/2025).
Baca juga: Ini Respons TNI, Polri, DPR, dan Pemerintah atas Tuntutan 17+8 dari Rakyat
Menurut Anam, perubahan pola masyarakat yang semakin aktif berekspresi perlu segera direspons.
Aturan main kepolisian di lapangan, kata dia, harus lebih profesional, terukur, dan tetap menjunjung prinsip-prinsip kemanusiaan.
“Pola perubahan masyarakat inilah yang harus segera direspons dengan mempertajam berbagai aturan agar pelaksanaan di lapangan itu semakin humanis, semakin profesional dan terukur. Kalau tidak ya susah," ujar Anam.
Anam menegaskan, pembenahan tidak hanya menjadi tanggung jawab Polri, melainkan juga masyarakat dan elite politik.
Baca juga: Respons 17+8 Tutuntan Rakyat, Karopenmas: Polri Tidak Anti-kritik
Masyarakat didorong menjaga ruang publik dengan mengekspresikan pendapat secara damai. Sementara itu, elite kekuasaan diminta terbuka terhadap kritik.
“Di elite kekuasaan ya harus terbuka terhadap berbagai masukan kritikan dan sebagainya, di ruang masyarakat gunakan hak Anda untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan cara yang damai. Di ruang aparat kepolisian bertindaklah secara humanis dan profesional. Itu kuncinya. Nah semua pihak ya berbenah diri," tutur Anam.
Anam juga menyoroti praktik aparat kepolisian di lapangan yang dinilai perlu diperbaiki.
Ia mencontohkan, perlakuan tidak pantas terhadap warga yang diamankan, seperti dipaksa melepas pakaian yang tidak boleh lagi terjadi.
Baca juga: Respons Polri Setelah TNI Kuliti Informasi Keliru soal Tentara Provokator
“Ketika situasi menghadapi chaotic seperti beberapa hari kemarin ya tetap polisi harus berpegang teguh pada SOP, prinsip humanis. Salah satu yang penting misalnya ya menahan diri, ya enggak bisa misalnya di beberapa wilayah, misalnya, diamankan terus disuruh telanjang dada gitu, itu enggak bisa, itu enggak boleh," tegas Anam.
Selain itu, Anam menekankan perlunya kepolisian memaksimalkan transparansi informasi dan pendampingan hukum bagi warga yang ditangkap.
Hal ini termasuk memastikan keluarga mendapatkan informasi jelas, serta membuka akses terhadap bantuan hukum bagi mereka yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Ketika proses hukum berjalan, juga memaksimalkan pendampingan, memaksimalkan informasi bagi keluarga, lah ini juga yang harus diperbaiki. Sehingga keluarga yang anggota keluarganya ada yang diamankan, itu juga jelas mendapatkan informasi dan lain sebagainya," kata Anam.
Baca juga: Bukan Provokator, Ini Kronologi Anggota Bais TNI yang Ditemukan di Pom Bensin Mabes Polri