Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendikdasmen Sebut Numerasi Siswa Indonesia Rendah karena Hal Ini

Kompas.com - 20/08/2025, 11:29 WIB
Sania Mashabi,
Mahar Prastiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan, numerasi anak Indonesia rendah salah satu penyebabnya karena tingkat literasinya yang juga rendah.

Hal itu diungkapkan Mu'ti dalam Peluncuran Gerakan Numerasi Nasional di SDN Meruya Selatan 04 Pagi, Jakarta Barat, Selasa (19/8/2025).

"Skor PISA kita itu rendah terutama pada sisi numerasi karena sebagiannya juga (karena) literasi kita rendah," kata Mu'ti.

Menurut Mu'ti beberapa anak Indonesia terkadang masih sulit untuk menyelesaikan soal numerasi yang disajikan dalam bentuk cerita.

Baca juga: Ada Tes Literasi-Numerasi di MPLS 2025, Mendikdasmen: Sifatnya Sederhana

Anak-anak di Indonesia sulit membaca jam analog

Selain itu, juga terkadang anak-anak sulit untuk menyelesaikan soal matematika yang ditampilkan tidak langsung dalam bentuk angka.

"Saya tengarai sebagian anak-anak kita itu tidak mampu membaca jam analog. Membaca jam digital itu bisa karena ada angkanya," ujarnya.

"Tetapi ketika sudah jam analog ada jarum panjang, ada jarum pendek itu tidak semuanya bisa membaca. Padahal dari situ dia tidak hanya mengenal angka-angka dan jam berapa tapi juga sudut-sudut," lanjut dia.

Ilustrasi numerasi adalah canva.com Ilustrasi numerasi adalah

Numerasi harus dimunculkan dalam kehidupan sehari-hari

Mu'ti menilai, keberadaan numerasi harus dimunculkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain bisa meningkatkan kemampuan numerasi, bisa juga mengurangi kecanduan terhadap teknologi.

Oleh karena itu, kini pemerintah memulai adanya Gerakan Numerasi Nasional agar anak-anak Indonesia bisa mulai menyukai matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga siswa tidak lagi melihat matematika sebagai momok menakutkan tetapi sebagai sesuatu yang menyenangkan.

Baca juga: Gerakan Numerasi Nasional Diluncurkan, Semua Perlu Data dan Angka

"Kebiasaan-kebiasaan yang menyenangkan seperti ini itu harus kita bangun untuk melawan mitos atau mengubah mitos (matematika sulit). Tapi tentu saja hal-hal yang sifatnya saintifik juga harus ditanamkan sebagai bagian dari gerakan ini," jelas Mu'ti.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau