SEOUL, KOMPAS.com – Korea Selatan akan menggelar pemilihan presiden (Pilpres) pada Selasa (3/6/2025).
Dua kandidat utama, Lee Jae-myung dari Partai Demokrat dan Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP), membawa visi yang sangat kontras dalam memimpin negeri yang tengah menghadapi polarisasi politik yang tajam.
Pemilu Korea Selatan kali ini dipicu oleh deklarasi darurat militer yang dilakukan Presiden Yoon Suk Yeol tahun lalu, yang berujung pada kecaman luas dan menjadi titik balik dalam dinamika politik nasional.
Baca juga: Potret Suasana Korea Selatan Jelang Pilpres, Sepi dan Minim Spanduk Capres
Sejumlah jajak pendapat menunjukkan Lee Jae-myung berada di posisi unggul, sementara Kim Moon-soo tertinggal cukup jauh. Namun, masyarakat tetap terbelah, dari kota konservatif Daegu hingga Gwangju yang dikenal sebagai basis kaum progresif.
Lee Woo-hyun, warga Daegu yang selama ini dikenal sebagai pemilih konservatif, mengaku telah mengubah sikap politiknya. Ia menyebut deklarasi darurat militer oleh Presiden Yoon sebagai momen yang mengguncangnya secara pribadi.
“Ketika saya berbicara dengan orang tua dan warga senior lainnya, saya dapat melihat mereka menjauh dari warna merah,” ujar pria berusia 45 tahun itu, merujuk pada warna khas PPP.
“Banyak orang berusia pertengahan 40-an merasakan hal yang sama. Mereka tidak berpikir apa yang terjadi itu benar,” tambahnya, sebagaimana diberitakan AFP pada Senin (2/6/2025).
Ko Seung-ju, mahasiswa jurusan teknik elektro, menyoroti keretakan yang terjadi dalam basis konservatif tradisional di Daegu. Ia menyebut generasi muda tak lagi bisa mendukung konservatisme secara membabi buta.
“Keputusan pemerintahan Yoon memangkas anggaran riset sangat merugikan mahasiswa seperti kami,” kata Ko. “Saya sangat berharap itu diberlakukan kembali.”
Di tengah perdebatan panas antar kubu, sebagian warga memilih untuk tetap berada di tengah. Kim Sung-gyun (60), mantan pekerja industri otomotif, menyatakan belum menentukan pilihannya.
Ia menilai deklarasi darurat militer sebagai bentuk “kekacauan ekstrem” dan menyebut kehidupan masyarakat saat ini sudah cukup sulit.
Namun, ia juga mewanti-wanti soal dominasi satu partai di parlemen. “Keseimbangan itu penting,” ujarnya. Kim mengatakan akan memilih kandidat yang dianggapnya “mengutamakan rakyat”, tanpa melihat loyalitas daerah.
Baca juga: Pesawat Patroli AL Korea Selatan Jatuh di Gunung, 4 Orang Tewas
Di sisi lain, ada pula pemilih yang tetap setia pada pilihan politiknya. Seorang pemilik toko berusia 69 tahun, yang enggan disebut namanya lengkap, menilai isu darurat militer seharusnya tidak dibesar-besarkan.
“Menyatakan darurat militer itu salah, tetapi tidak ada yang benar-benar terjadi setelahnya, jadi mereka harus melanjutkan saja,” katanya.
Baginya, pemulihan ekonomi jauh lebih mendesak. “Ekonomi lokal terhapus oleh pandemi Covid-19 dan belum juga pulih. Tidak mudah mempertahankan bisnis, sewa, upah, dan tekanan terus datang,” jelasnya.