KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Riwanto mengatakan. terdapat tiga alasan bupati atau wakil bupati dapat berhenti dari jabatannya.
“Di dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Pasal 78 ayat 1 dinyatakan bupati dan wakil bupati itu bisa berhenti dari jabatannya karena tiga hal,” kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/8/2025).
Yang pertama, lanjut Agus, karena bupati atau wakil bupati tersebut meninggal dunia.
Kemudian yang kedua adalah mengundurkan diri, dan yang ketiga adalah diberhentikan.
Menurut Agus, kriteria pemakzulan tersebut merupakan makna dari diberhentikan.
Baca juga: Apa Kasus Korupsi yang Aliran Dananya Diduga Mengalir ke Bupati Pati Sudewo?
Lebih lanjut, Agus mengatakan terdapat aturan mengenai pemberhentian kepala daerah, yakni pada Pasal 79 Ayat 2.
"Bagaimana pemberhentian kepala daerah diatur? Ada dalam pasal 78 ayat 2. Bupati dan wakil bupati dapat diberhentikan karena beberapa hal," lanjut Agus.
Alasan pemberhentian tersebut antara lain, seorang kepala daerah telah selesai masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru.
Kedua, pejabat bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi bupati atau wakil bupati.
"Selain itu, melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah dan janji jabatan, menggunakan dokumen palsu saat pencalonan, dan seterusnya," jelas Agus.
Baca juga: Demo Pati Menuntut Bupati Sudewo Mundur, Bagaimana Awal Mula Masalahnya?
Menurut Agus, pemberhentian melalui pemakzulan tentu melibatkan proses politik dan hukum.
“Yang berhak memakzulkan bupati itu DPR. Tidak mudah menentukan kriterianya karena harus dibuktikan secara hukum,” ujarnya.
Sementara itu, ia mengatakan bahwa demonstrasi yang menuntut kepala daerah untuk mundur termasuk wilayah politik.
“Kalau mundur itu wilayah politik, begitu mundur selesai sudah. Tapi kalau dimakzulkan, itu wilayah hukum,” jelasnya.
Baca juga: Belajar dari Bupati Pati Sudewo: Kebijakan Publik Juga Perlu Legitimasi Rakyat
Agus memaparkan, DPRD harus menempuh sejumlah langkah jika ingin memakzulkan kepala daerah.