KOMPAS.com - Meski masih dalam periode musim kemarau, hujan masih mengguyur sejumlah wilayah Indonesia pada pertengahan Agustus tahun ini.
Umumnya, musim kemarau di Indonesia berlangsung pada periode Mei hingga Oktober. Sementara, musim hujan baru akan dimulai sekitar bulan November.
Lantas, apakah artinya musim kemarau berakhir lebih cepat?
Baca juga: Warganet Pertanyakan Penyebab Hujan di Bulan Agustus Ini, Apa Kata BMKG?
Belum tentu, hujan yang melanda sebagian wilayah Indonesia tidak lantas menandakan bahwa musim kemarau telah berakhir.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto, menyebut bahwa hujan di beberapa wilayah saat ini tidak bisa dijadikan indikator.
“Hujan yang terjadi di beberapa wilayah saat ini belum bisa langsung dijadikan indikator bahwa musim kemarau telah berakhir,” kata Guswanto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/8/2025).
Baca juga: Jambi Alami Hujan Es di Musim Kemarau, Begini Penjelasan BMKG
“Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, (seperti) pancaroba, fenomena lokal, dan data BMKG,” sambungnya.
Guswanto menjelaskan, Indonesia sering mengalami masa transisi antara musim kemarau dan musim hujan, yang disebut pancaroba (peralihan musim).
“Pada masa ini, cuaca bisa sangat tidak menentu (dan) hujan deras bisa turun meski kemarau belum sepenuhnya usai,” jelasnya.
Baca juga: Bibit Siklon Tropis 96W Terdeteksi di Indonesia, Picu Cuaca Ekstrem? Ini Kata BMKG
Hujan juga bisa terjadi karena faktor lokal seperti angin laut, topografi, atau pemanasan permukaan tanah, meskipun secara nasional masih dalam periode kemarau.
Guswanto menambahkan, untuk memastikan apakah musim kemarau sudah berakhir, biasanya BMKG akan merilis analisis iklim dan pengamatan pola angin serta curah hujan secara regional.
Jadi, menurut dia, meskipun hujan mulai turun, belum tentu itu pertanda musim hujan telah dimulai secara resmi.
Baca juga: BMKG Ungkap Wilayah yang Masuk Puncak Musim Kemarau 2025, Mana Saja?
BMKG menyebut hujan yang terjadi di bulan Agustus disebabkan oleh dinamika atmosfer, seperti aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang tropis lainnya yang aktif.
Dilansir dari Kompas.com, Kamis (14/8/2025), MJO adalah gelombang tropis yang bergerak di sekitar ekuator dan dapat memicu terjadinya pertumbuhan awan hujan secara signifikan.
Baca juga: Anomali Curah Hujan, Baru 30 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Kemarau