KOMPAS.com - Istilah anarkisme sering dikaitkan dengan tindakan kekerasan dan kerusuhan, khususnya saat terjadi aksi demonstrasi.
Padahal, anarkisme tidak berkaitan dengan tindakan merugikan tersebut. Istilah itu juga telah terdefinisikan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Menurut KBBI, anarkisme adalah ajaran (paham) yang menentang setiap kekuatan negara. Teori politik ini tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang.
Dikutip dari Kompas.com (15/3/2025), anarkisme berasal dari kata dasar “anarki”.
Kata "anarki" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu archos atau archein yang berarti pemerintah atau kekuasaan dan imbuhan “a-” yang berarti tanpa, tidak, atau nihil.
Jadi anarki, anarchos, atau anarchein berarti “tanpa pemerintah”, sedangkan anarkisme dengan imbuhan “-isme” berarti paham, ajaran, atau ideologi.
Ini berarti anarkisme adalah paham tanpa pemerintahan.
Baca juga: TikTok, Demo, dan Ilusi Kuasa Medsos
Orang pertama yang dengan sukarela menyebut dirinya sebagai anarkis adalah penulis politik Perancis Pierre-Joseph Proudhon.
Dilansir dari Britannica, ada salah satu kalimat yang terkenal dalam studinya tentang dasar-dasar ekonomi masyarakat pada 1840.
Kalimat tersebut berbunyi “Qu’est-ce que la propriete?” yang artinya “apa itu kepemilikan?”.
Proudhon berargumen, hukum-hukum sejati masyarakat tidak ada hubungannya dengan otoritas, melainkan berasal dari sifat masyarakat itu sendiri.
Baca juga: Ramai soal 17+8 Tuntutan Rakyat Dibagikan Para Influencer di Tengah Situasi Demo, Apa Isinya?
Sementara, seorang anarkis Amerika Serikat, Emma Goldman memperjuangkan tercapainya hak-hak perempuan dan kesetaraan sosial dalam masyarakat tanpa kelas.
Dikutip dari ThoughtCo, Goldman tertarik pada anarkisme akibat kerusuhan buruh Chicago Haymarket pada 1886.
Pada 1906, dia mendirikan Mother Earth, sebuah majalah yang didedikasikan untuk anarkisme Amerika Serikat.
Anarkis terkenal lainnya, Mikhail Bakunin menciptakan teori mengenai anarkisme sosial atau dikenal sebagai kolektivis.