KOMPAS.com - Sejumlah partai politik di Indonesia telah menonaktifkan lima anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah pernyataan ataupun tindakan mereka yang menuai kontroversi.
Dikutip Kompas.com (31/8/2025), laporan mengenai keputusan tersebut telah diterima kepada Presiden Prabowo Subianto dalam Konferensi Pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (31/8/2025) sebagai langkah tegas sekaligus bentuk penerimaan aspirasi dari masyarakat.
Masing-masing kelima anggota DPR antara lain Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai Nasdem, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio serta Surya Utama alias Uya Kuya dari PAN, serta Adies Kadir dari Partai Golkar telah dicabut keanggotaannya dari DPR RI.
Namun, diketahui istilah “nonaktif” keanggotaan DPR sebenarnya tidak tertera di dalam undang-undang.
Lantas, benarkah istilah "nonaktif" tidak ada dalam undang-undang? Dan jika iya, apa dampaknya?
Baca juga: Sejarah dan Filosofi Gedung DPR RI, Mengapa Atapnya Melengkung?
Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto mengatakan dalam Undang-Undang tidak dikenal istilah non-aktif bagi anggota DPR.
“Dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tidak dikenal istilah non-aktif bagi anggota DPR,” jelas Agus ketika dihubungi Kompas.com pada Rabu (3/9/2025).
Agus mengatakan bahwa pada Pasal 239, status keanggotaan DPR hanya berakhir pada kondisi atau keadaan tertentu.
"Kondisi tersebut adalah meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan partai politik, atau diberhentikan berdasarkan putusan hukum tetap," jelasnya.
Baca juga: Butuh Teriakan 1 Miliar Orang untuk Bisa Terdengar dari Dalam Gedung DPR
Sementara itu, penonaktifan oleh partai menurut Agus hanya bersifat administratif dan internal partai.
“Penonaktifan oleh partai hanya bersifat administratif dan internal partai, bukan status formal keanggotaan DPR,” jelasnya.
Hal ini membuat para anggota DPR secara hukum tetap sah menjabat sampai ada mekanisme pergantian antar waktu (PAW) sesuai pada Pasal 239–245 UU MD3
Agus juga mengatakan penonaktifan anggota DPR tidak otomatis menghapus hak-hak konstitusional.
"Penonaktifan anggotan DPR tidak menghapus hak-hak konsitutsional seperti gaji, tunjangan, dan hak politik, kecuali diproses melalui mekanisme PAW resmi," jelas Agus.
Baca juga: Apa Itu Tunjangan Kehormatan DPR dan Berapa Besarannya?
Agus mengatakan setiap anggota DPR lebih baik untuk mundur secara sukarela.