Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Hapus PR demi Anak Lebih Sehat, Efektifkah? Ini Hasil Penelitiannya

Kompas.com - 05/06/2025, 14:00 WIB
Ria Apriani Kusumastuti

Penulis

KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara resmi menghapus pemberian pekerjaan rumah (PR) bagi siswa di seluruh satuan pendidikan di wilayah Jawa Barat.

Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 81/PK.03/DISDIK tentang Optimalisasi Pembelajaran di Lingkungan Satuan Pendidikan yang diumumkan pada Rabu (4/6/2025).

Dalam surat edaran tersebut, Gubernur Dedi menekankan pentingnya mewujudkan generasi Pancawaluya—generasi yang Cageur, Bageur, Bener, Pinter, dan Singer—melalui pendekatan pendidikan yang lebih menyeluruh.

Salah satu langkahnya adalah dengan penghapusan PR di sekolah dan menggantinya dengan kegiatan yang mendorong tumbuh kembang anak secara fisik, mental, dan sosial.

"Kami ingin sekolah menjadi tempat yang menyenangkan dan bermakna, bukan sekadar tempat menumpuk tugas," ujar Dedi, seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya.

Penghapusan PR ini pun memicu perdebatan: apakah kebijakan ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi siswa, atau justru sebaliknya?

Baca juga: Dampak Jam Masuk Sekolah Terlalu Pagi: Sehat atau Justru Merugikan?

Apakah penghapusan PR baik untuk anak sekolah?

Sejumlah riset menunjukkan bahwa beban PR yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental siswa.

Sebuah studi yang dilakukan di St. Patrick’s Catholic School, Amerika Serikat, dan dimuat di dalam Journal of Catholic Education, menemukan bahwa 70 persen siswa melaporkan tingkat stres tinggi akibat tugas-tugas sekolah, khususnya PR.

Ketika jumlah PR dikurangi hingga 50 persen selama tiga bulan, tingkat stres menurun hampir 30 persen, sementara performa akademik tetap stabil.

Hal serupa ditemukan oleh peneliti dari Stanford University. Dalam studi tersebut, 72 persen siswa menyatakan “sering atau selalu” merasa stres akibat PR, yang berdampak pada kurang tidur, berkurangnya waktu bersama keluarga, dan kecemasan berlebih.

Meski begitu, hubungan antara PR dan prestasi akademik tidak sepenuhnya negatif. Penelitian dari Frontiers in Psychology menunjukkan bahwa jumlah PR yang diselesaikan memang berkorelasi positif dengan prestasi akademik, namun efektivitasnya lebih terlihat pada siswa sekolah menengah atas dan tergantung pada manajemen waktu serta pendekatan belajar yang digunakan.

Dengan demikian, penghapusan PR bisa berdampak positif jika dibarengi dengan strategi pembelajaran efektif di kelas.

Namun, jika tidak disertai perencanaan kurikulum yang matang, ada potensi kehilangan kesempatan penguatan materi di rumah.

Baca juga: Dokter: Main Gawai Bisa Ganggu Kemampuan Makan dan Sensorik Anak

Diganti kegiatan minat dan bakat: apa pengaruhnya bagi kesehatan siswa?

Gubernur Dedi menyarankan agar waktu setelah sekolah dimanfaatkan untuk kegiatan yang sesuai minat dan bakat siswa, seperti olahraga, kesenian, kegiatan keagamaan, hingga kewirausahaan.

Pendekatan ini sejalan dengan hasil kajian dari Journal of Public Health yang menunjukkan bahwa program berbasis sekolah yang mengintegrasikan aktivitas di luar kelas dan tugas-tugas non-akademik di rumah (seperti "healthy homework") berdampak positif terhadap gaya hidup sehat, peningkatan konsumsi buah dan sayur, serta aktivitas fisik ringan seperti jalan kaki.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau