PARIS, KOMPAS.com - Negara-negara besar pada Kamis (24/10/2024) bertemu di Paris Perancis untuk mendorong gencatan senjata di Lebanon serta bantuan kemanusiaan.
Utusan khusus Perancis untuk Lebanon Jean-Yves Le Drian memperingatkan bahwa jika konflik tidak dihentikan, maka bakal ada risiko perang saudara.
"Jika ini terus berlanjut, Lebanon dalam bahaya kematian," katanya kepada televisi LCI.
Baca juga: Israel Serang Dekat RS Terbesar Lebanon, 4 Tewas Termasuk Seorang Anak
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken mengunjungi Timur Tengah dalam upaya terakhir untuk mencapai perdamaian sebelum pemilu AS bulan depan.
Sementara Arab Saudi yang enggan terlibat di Lebanon, hanya mengirim seorang menteri muda ke konferensi di Paris tersebut.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati dan menteri-menteri utama yang terlibat dalam upaya bantuan diperkirakan akan hadir, tetapi baik Israel, yang Perdana Menterinya Benjamin Netanyahu mengkritik inisiatif tersebut, maupun Iran tidak diundang.
Menurut Kementerian Luar Negeri Perancis, konferensi tersebut bertujuan untuk mengumpulkan setidaknya 500 juta euro (Rp 8,4 triliun) dalam bentuk bantuan untuk membantu 500.000 sampai 1 juta orang yang mengungsi.
Pasalnya, Lebanon mengatakan bahwa mereka membutuhkan 250 juta dolar AS (Rp 3,8 triliun) per bulan untuk mengatasi krisis tersebut.
Delegasi akan menegaskan kembali perlunya menghentikan permusuhan berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 tahun 2006, yang menyerukan agar Lebanon selatan bebas dari pasukan atau senjata apa pun selain milik negara Lebanon.
Baca juga: Iran Bantah Tuduhan atas Campur Tangan Urusan Dalam Negeri Lebanon
Untuk mencapainya, mereka juga akan berupaya meningkatkan dukungan bagi Angkatan Bersenjata Lebanon (LAF), yang dianggap sebagai penjamin stabilitas internal, tetapi juga penting untuk melaksanakan 1701.
"Tujuan akhirnya adalah merekrut, melatih, dan memperlengkapi 6.000 unit LAF baru," kata seorang sumber diplomatik Italia, dikutip dari Reuters.
Ia menambahkan bahwa Roma akan segera menyelenggarakan konferensinya sendiri yang berfokus pada hal ini.
Diketahui, Paris juga mendorong para aktor Lebanon meskipun ada keengganan dari beberapa pihak, yakni untuk maju dalam pemilihan presiden guna mengisi kekosongan kekuasaan selama dua tahun sebelum gencatan senjata.
"Namun apa yang dapat dicapai di bidang politik masih belum jelas," kata para diplomat, meskipun Perancis menggembar-gemborkan kontak langsungnya dengan Hizbullah dan Iran sebagai keuntungan dibandingkan dengan upaya mediasi AS.
Sementara itu, koordinasi antara Paris dan Washington sulit dilakukan dalam beberapa minggu terakhir.
Negara-negara Eropa dan Arab mengkritik keras bahwa AS tidak menyerukan gencatan senjata segera dan khawatir pemerintah tidak akan mengubah posisi itu sebelum pemilihan umum pada 5 November 2024.
Baca juga: Israel Klaim Hancurkan Posisi Hizbullah di Lebanon Selatan
"Pemerintah harus melakukan segala daya upaya untuk mengakhiri malapetaka dan siklus impunitas yang terus berkembang ini," kata koalisi yang terdiri dari 150 organisasi non-pemerintah dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan menjelang pertemuan di Paris.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini