KYIV, KOMPAS.com - Ibu kota Ukraina, Kyiv, kembali diguncang oleh serangan rudal pada Kamis (24/4/2025) dini hari
Serangan tersebut terjadi hanya beberapa jam setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengkritik keras sikap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang menolak menerima pendudukan Rusia atas wilayah Crimea.
Menurut Wali Kota Kyiv, Vitali Klitschko, serangan rudal ini mengakibatkan dua korban jiwa dan 54 korban luka.
Baca juga: Gencatan Senjata Paskah Rusia-Ukraina Berakhir Saling Tuduh Melanggar
Dari total korban, 38 orang—termasuk enam anak-anak—terpaksa dilarikan ke rumah sakit, sedangkan sisanya menerima perawatan di tempat kejadian.
Selain Kyiv, serangan juga terjadi di wilayah timur Ukraina, tepatnya di Kota Kharkiv. Di sana, tujuh rudal diluncurkan dan menghantam berbagai sasaran.
Wali Kota Kharkiv, Igor Terekhov, mengonfirmasi serangan tersebut dan memperingatkan warga mengenai ancaman serangan selanjutnya melalui drone.
"Serangan drone besar-besaran sedang berlangsung. Tetap waspada!" tulis Terekhov melalui akun Telegram-nya.
Serangan ini datang di tengah peningkatan tekanan diplomatik dari AS terhadap Ukraina untuk menerima kesepakatan damai yang secara implisit akan mengakui wilayah pendudukan Rusia, termasuk Crimea, sebagai bagian dari Rusia.
Kritik Trump terhadap Zelensky semakin memperburuk ketegangan diplomatik ini. Dalam sebuah pernyataan, Trump menyebut Zelensky "terlalu keras kepala" dan menyatakan bahwa penolakan Ukraina hanya akan memperpanjang perang.
"Saya pikir kami sudah punya kesepakatan dengan Rusia. Sekarang masalahnya tinggal Zelensky," ujar Trump kepada wartawan, dikutip dari kantor berita AFP.
Ia juga menambahkan bahwa mempertahankan Crimea hanya akan menyebabkan pertumpahan darah yang lebih banyak.
Baca juga: Kenapa Rusia dan Ukraina Perang, Termasuk Berebut Crimea?
Selain Trump, Wakil Presiden AS JD Vance juga mengungkapkan visi AS mengenai perdamaian.
Vance mengusulkan agar Ukraina menerima pembekuan garis teritorial saat ini, yang berarti merelakan wilayah yang kini diduduki Rusia, termasuk Crimea, yang dianeksasi Rusia pada 2014.
Namun, Zelensky dengan tegas menolak usulan tersebut, menganggapnya bertentangan dengan konstitusi Ukraina.
Sebagai tanggapan terhadap tekanan AS, Zelensky mengunggah ulang Deklarasi Crimea yang dikeluarkan oleh pemerintahan Trump pada 2018 melalui Menteri Luar Negeri saat itu, Mike Pompeo.