PADA forum koordinasi pembangunan wilayah berbasis penataan ruang Pulau Sulawesi di Palu beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan pentingnya data geospasial dasar skala besar, skala detail untuk perencanaan tata wilayah dan mengontrol perubahan pemanfaatan lahan.
Perubahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang merupakan salah satu penyebab terjadinya bencana alam.
Sebagai contoh, beberapa kejadian banjir terjadi di Sulawesi awal Juli 2025. Seperti banjir bandang di Bantaeng yang mengancam 1.295 keluarga, di mana rumah dan akses infrastruktur terdampak.
Banjir bandang di Bulukamba yang memengaruhi 1.950 keluarga, di mana sebagian rumah dan jembatan rusak.
Banjir bandang di Bone dengan 500 keluarga terdampak, 495 rumah dan 6 jembatan rusak. Banjir di Desa Solonsa, Morowali Tengah, Sulawesi Tengah yang merendam 116 keluarga akibat hujan yang intens.
Berbagai kejadian banjir tersebut tidak terlepas dari adanya perubahan kawasan lindung dan tutupan vegetasi menjadi lahan terbangun yang tidak sesuai dengan tata ruang.
Saat ini baru 19 dari 38 provinsi yang telah mempunyai perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lima belas provinsi lainnya dalam proses review, evaluasi dan proses pengundangan dan 4 provinsi DOB belum mempunyai perda.
Seluruh provinsi perlu didorong untuk segera mempunyai perda tata ruang, sebagai acuan dalam pengelolaan ruang, pelaksanaan pembangunan dan mitigasi bencana.
Sementara itu, dari 508 kabupaten/kota, terdapat dua kabupaten yang belum menetapkan perda tata ruang dan sebanyak 269 kabupaten/kota sedang melakukan review atau revisi tata ruang.
RTRW kabupaten/kota merupakan rencana tata ruang yang lebih rinci, yang dibuat dengan menggunakan RTRW provinsi sebagai acuan.
Dalam skala yang lebih detail, beberapa kawasan di kabupaten/kota strategis, yang merupakan pusat pertumbuhan, dapat dibuat rencana detail tata ruang (RDTR) dengan skala 1:5000 untuk mendukung proses pembangunan.
Pemerintah menargetkan penyusunan RDTR untuk kurang lebih 2000 kawasan, di mana saat ini baru tersusun kurang lebih 600 dokumen.
Data spasial dalam bentuk peta dasar merupakan data penting dalam penyusunan tata ruang. Peta dasar skala menengah 1:50.000 digunakan untuk menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan peta dasar skala besar 1:5000 digunakan untuk menyusun rencana detail tata ruang (RDTR).
Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai lembaga pemerintah nonkementerian telah menyediakan peta dasar skala menengah 1:50.000 untuk seluruh wilayah Indonesia, yang digunakan sebagai dasar untuk menyusun RTRW. Sedangkan peta dasar skala detail 1:5000 sudah tersedia untuk seluruh wilayah Sulawesi.
Peta dasar skala detail 1:5000 terus didorong agar dapat segera tersedia untuk seluruh wilayah Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun kedepan, agar penyusunan RDTR tidak mengalami kendala, dan pengurangan risiko bencana dapat lebih optimal.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya