JAKARTA, KOMPAS.com - International Day for the Conservation of the Mangrove Ecosystem atau Hari Mangrove Sedunia diperingati setiap 26 Juli 2025. Tahun ini, Unesco menetapkan tema Hari Mangrove Sedunia 2025 ialah Melindungi Lahan Basah untuk Masa Depan Kita.
Peringatan ini ditetapkan oleh UNESCO dalam Konferensi Umum 2015. Mengutip laman Unesa, Sabtu (26/7/2025), mangrove berfungsi sebagai pencegah abrasi, badai, dan kenaikan permukaan laut.
Selain itu, berpotensi menyimpan 3,14 miliar ton karbon dioksida (CO2). UNESCO juga menyoroti pentingnya mangrove dalam pendanaan hijau, termasuk dalam jaringan Biosphere Reserve dan warisan alam.
Baca juga: Pengelolaan Mangrove Dinilai Masih Elitis dan Project-Oriented
Namun, Unesco mencatat bahwa ekosistem mangrove menghilang antara tiga-lima kali lebih cepat daripada hilangnya hutan global secara keseluruhan. Kondisi tersebut berdampak serius pada lingkungan serta sosial ekonomi.
"Karena alasan ini, UNESCO bertindak untuk melindungi mangrove dan ekosistem karbon biru berharga lainnya, melalui jaringan Cagar Biosfer, Taman Geo Global, dan situs Warisan Dunia alami," kata Direktur Jenderal Unesco, Audrey Azoulay.
Indonesia sendiri memiliki sekitar 3,5 juta hektare mangrove atau 23 persen dari luasan global. Pada 2024, pemerintah meluncurkan program rehabilitasi 600.000?hektare mangrove dengan dukungan World Bank dan pelibatan masyarakat lokal.
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) merehabilitasi ekosistem melalui program Rehabilitasi Mangrove Indonesia (RHL Mangrove) sebagai upaya pemulihan ekosistem pesisir menghadapi krisis iklim, abrasi pantai, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Direktur Rehabilitasi Mangrove, Ristianto Pribadi, mengatakan pihaknya mengadopsi prinsip memulihkan, meningkatkan, dan mempertahankan.
"Kami di Direktorat Jenderal PDAS RH, sebetulnya konteksnya adalah bagaimana tutupan hutan mangrove itu meningkat dan dikelola secara lestari. Bahwa kemudian mangrove yang ditanam itu menjadi keuntungan karbon, menjadi hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat bagi masyarakat," ujar Ristianto.
Baca juga: Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
Kemenhut menargetkan rehabilitasi 79,56 persen mangrove di kawasan hutan negara, dan 20,44 persen di luar kawasan (APL) melalui koordinasi dengan pemerintah daerah. Kendati demikian, Ristianto mencatat capaian rehabilitasi mangrove terkendala Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), program hibah, serta kapasitas pemeliharaan di lokasi terpencil.
"Untuk itu pendekatan kebijakan yang diambil tidak hanya berfokus pada penanaman, melainkan diperluas menjadi investasi jangka panjang yang melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor, termasuk dunia usaha, lembaga donor, dan masyarakat," sebut dia.
Kendala lainnya, lokasi, kondisi gelombang tinggi, banjir rob, hama tritip, hingga tumpukan sampah laut yang menghambat pertumbuhan tanaman.
Oleh karena itu, Kemenhut mendorong keterlibatan publik serta membuka peluang dukungan dari program bantuan multilateral, dan CSR swasta.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya