Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunung Rinjani Kembali Dibuka tapi Pengunjung Tak Bisa Sembarangan Mendaki

Kompas.com - 13/08/2025, 22:58 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyatakan bahwa jalur pendakian menuju puncak Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, telah dibuka kembali.

Namun, dia menekankan tidak semua pengunjung bisa mendaki terutama bagi pendaki pemula. Raja Juli menjelaskan, aturan baru ini diberlakukan lantaran Rinjani termasuk gunung berlevel 4 dengan jalur tersulit.

"Sesuai dengan instruksi saya ketika berkunjung ke Badan SAR Nasional, membuat grading atau pemeringkatan jalur pendakian yang akan menjadi indikator awal bagi siapa yang boleh mendaki gunung apa melalui jalur apa," kata Raja Juli dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).

Baca juga: Kenapa Evakuasi WN Brasil di Rinjani Lama? Basarnas Ungkap Kendalanya

Raja Juli menuturkan, pihaknya juga menyiapkan aplikasi khusus untuk melacak lokasi para pendaki. Tujuannya untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan di lokasi.

"Jadi in case ada yang terjatuh dengan cepat kami akan tahu titiknya di mana, tantangannya adalah penguatan sinyal. Sehingga sekali lagi, zero waste zero accident," ucap Raja Juli.

Sementara itu, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan pihaknya memperbaiki standar operasional prosedur Gunung Rinjani.

Pertama, pengelola harus memastikan kondisi fisik pendaki sehat. Nantinya, setiap calon pendaki harus menyertakan bukti persyaratan yang telah ditetapkan.

"Buktinya, bisa saja nanti dari foto ketika dia sudah pernah di gunung mana, atau ada juga sertifikat dan keterangan-keterangan lain yang akan dianalisis oleh para pengelola pendak. Dari situ kami akan melakukan seleksi," ungkap Satyawan.

Kemenhut turut membatasi kuota pendakian dan memberlakukan e-tiketing. Kemudian, memperbaiki sarana dan prasarana di enam jalur pendakian untuk meminimalkan kecelakaan. Satyawan memerinci, tanda peringatan dipasang di 18 titik yang bisa menjadi acuan bagi para pendaki.

Baca juga: Perketat Taman Nasional, Kemenhut Akan Batasi Kuota Harian Pendaki Gunung

"Lalu pemasangan railing untuk pegangan kalau situasinya kita mendaki pada tempat-tempat yang terjal. Lalu pemasangan tangga pengaman di 12 titik," tutur dia.

Pengunjung juga bisa menggunakan jasa pemandu atau porter bersertifikat. Satyawan menegaskan, satu guide hanya dapat membawa lima pendaki dan per Januari 2026 batasan itu ditingkatkan menjadi empat pendaki.

Untuk porter hanya membawa dua pendaki warga negara asing (WNA). Sedangkan bagi turis lokal, dibatasi hanya tiga pendaki per satu porter.

"Untuk peningkatan kapasitas dari rescuer, sudah dilakukan pelatihan vertical rescue bagi petugas dan volunteer yang digelar di Bandung. Lalu pelatihan yang sama dilakukan juga di NTB, sekaligus upscaling dan sertifikasi pemandu," tutur Satyawan.

Diberitakan sebelumnya, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) menutup seluruh jalur pendakian Gunung Rinjani mulai 1 Agustus 2025.

Kepala Balai TNGR, Yarman, menyebutkan penutupan semua jalur pendakian berdasarkan hasil rapat koordinasi tindak lanjut penanganan kecelakaan yang terjadi di Jalur Danau Segara Anak Rinjani.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Swasta
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Swasta
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
LSM/Figur
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Pemerintah
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Pemerintah
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pemerintah
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
LSM/Figur
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Pemerintah
Sungai Jakarta 'Cemar Berat', Limbah Domestik Sumber Utamanya
Sungai Jakarta "Cemar Berat", Limbah Domestik Sumber Utamanya
LSM/Figur
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
Pemerintah
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
LSM/Figur
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
LSM/Figur
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
Pemerintah
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau