Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhut Bakal Wajibkan Asuransi Premium bagi Pendaki Gunung Rinjani

Kompas.com - 14/08/2025, 09:18 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bakal memberlakukan sistem asuransi premium ke setiap pendaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.

Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kemenhut, Nandang Prihadi, mengatakan ada dua tipe asuransi yakni asuransi biasa dan premium. Khusus asuransi premium, pendaki akan dievakuasi menggunakan helikopter apabila terjatuh ke jurang gunung.

"Sementara kan banyak yang sudah daftar di Rinjani. Mereka sudah bayar asuransinya, khawatirnya kalau langsung diterapkan yang premium mereka pasti menolak," ungkap Nandang saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).

"Jadi masih diberikan opsi mereka tetap pakai asuransi yang standarnya, atau mereka juga membeli yang asuransi premium," imbuh dia.

Baca juga: Gunung Rinjani Kembali Dibuka tapi Pengunjung Tak Bisa Sembarangan Mendaki

Nandang menjelaskan, apabila tracking organizer dan pihak terkait telah bersepakat maka asuransi premium akan diwajibkan.

"Jadi memang wajib, kecuali dia bisa membuktikan bahwa asuransi yang dia miliki mencakup manfaat-manfaat itu (evakuasi)," ucap Nandang.

Sejauh ini, dia mengaku belum menentukan biaya asuransi premium. Sebab, pihaknya masih menghitung biaya pemakaian helikopter dan titik pendaratannya.

"Kisarannya mungkin kalau kemarin dari teman-teman ada yang bilang Rp 80.000, Rp100.000, saya kan belum tahu," tutur dia.

Dibuka Kembali

Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyatakan bahwa jalur pendakian menuju puncak Gunung Rinjani telah kembali dibuka. Namun, dia menekankan bahwa tidak semua pengunjung bisa mendaki, terutama bagi pendaki pemula. Aturan baru ini diberlakukan lantaran Rinjani termasuk gunung berlevel 4 dengan jalur tersulit.

Baca juga: Perketat Taman Nasional, Kemenhut Akan Batasi Kuota Harian Pendaki Gunung

"Sesuai dengan instruksi saya ketika berkunjung ke Badan SAR Nasional, membuat grading atau pemeringkatan jalur pendakian yang akan menjadi indikator awal bagi siapa yang boleh mendaki gunung apa melalui jalur apa," kata Raja Juli.

Kemenhut juga menyiapkan aplikasi khusus untuk melacak lokasi para pendaki. Hal ini, untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan di jalur pendakian.

"Jadi in case ada yang terjatuh dengan cepat kami akan tahu titiknya di mana, tantangannya adalah penguatan sinyal. Sehingga sekali lagi, zero waste zero accident," ucap Raja Juli.

Standar operasional prosedur Gunung Rinjani ikut diperbaiki. Pertama, pengelola harus memastikan kondisi fisik pendaki sehat. Nantinya, setiap calon pendaki harus menyertakan bukti persyaratan, minimal foto calon pendaki pernah mendaki gunung sebelumnya.

Kuota pendakian dibatasi, dan Kemenhur memberlakukan e-tiketing. Kemudian, memperbaiki sarana dan prasarana di enam jalur pendakian untuk meminimalkan kecelakaan dengan memasang penanda bahaya, tangga, dan pegangan di jalur terjal.

Pengunjung juga bisa menggunakan jasa pemandu atau porter bersertifikat. Satu guide hanya dapat membawa lima pendaki dan per Januari 2026 batasan itu ditingkatkan menjadi empat pendaki.

Untuk porter hanya membawa dua pendaki warga negara asing (WNA). Sedangkan bagi turis lokal, dibatasi hanya tiga pendaki per satu porter.

Baca juga: Kemenhut Sebut 333.687 Hektare Lahan Ditetapkan Jadi Hutan Adat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Swasta
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Swasta
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
LSM/Figur
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Pemerintah
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Pemerintah
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pemerintah
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
LSM/Figur
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Pemerintah
Sungai Jakarta 'Cemar Berat', Limbah Domestik Sumber Utamanya
Sungai Jakarta "Cemar Berat", Limbah Domestik Sumber Utamanya
LSM/Figur
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
Pemerintah
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
LSM/Figur
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
LSM/Figur
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
Pemerintah
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau