Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Pajak Karbon Kadang Bukan untuk Iklim, Cuma Demi Cuan

Kompas.com - 14/08/2025, 17:11 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Pajak karbon secara luas dianggap sebagai salah satu pilihan kebijakan yang paling efektif untuk mengurangi emisi.

Namun, menurut sebuah studi yang diterbitkan di jurnal One Earth, alasan utama di balik pajak karbon bukan untuk mengurangi emisi, melainkan untuk menghasilkan pendapatan pajak atau memenuhi ekspektasi internasional.

Temuan ini menimbulkan keraguan apakah pajak karbon harus selalu dipandang sebagai kebijakan iklim.

"Mengurangi emisi sering kali bukan alasan utama diberlakukannya pajak karbon di dunia nyata," kata penulis utama studi tersebut, Johan Lilliestam, dari Universitas Friedrich Alexander, Erlangen-Nürnberg, Jerman.

"Sebuah negara yang menerapkan pajak karbon belum tentu menunjukkan kemajuan dalam kebijakan iklimnya. Demikian pula, bertambahnya jumlah skema penetapan harga karbon tidak secara otomatis membuktikan bahwa instrumen tersebut berhasil sebagai kebijakan iklim," kata Lilliestam lagi, dikutip dari Phys, Rabu (13/8/2025).

Baca juga: Publik Global Dukung Pajak Karbon, Apalagi jika Atasi Ketimpangan

Di banyak negara, pajak karbon ditetapkan terlalu rendah dan tidak dinaikkan, sehingga tidak efektif mengurangi emisi.

Menurut peneliti, hal ini mengindikasikan bahwa mitigasi perubahan iklim mungkin bukan tujuan utamanya.

Pada tahun 2023, dari 25 pajak karbon tingkat nasional yang ada, 19 di antaranya diberlakukan dengan tarif di bawah standar minimum yang dibutuhkan untuk mengurangi emisi secara signifikan.

“Memahami alasan di balik pajak karbon yang rendah merupakan topik penting dalam penelitian kebijakan iklim. Sayangnya, sampai saat ini, belum ada studi multi-kasus yang menginvestigasi alasan tersebut lebih dalam, selain hanya melihat apakah suatu negara memiliki pajak karbon atau tidak,” ungkap Lilliestam.

Untuk mengetahui alasan pajak karbon yang rendah, tim peneliti kemudian menganalisis desain kebijakan, evolusi pajak, dan alasan yang diungkapkan dari ke-19 pajak karbon nasional yang diterapkan di bawah standar efektivitas iklim yang relevan, dalam rentang waktu tahun 1990 hingga 2023.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa pada awal implementasinya, sebagian besar pajak karbon nasional yang rendah lebih didorong oleh tujuan non-iklim.

Sebagai contoh, beberapa kebijakan ini diterapkan untuk menghasilkan pemasukan guna membiayai perombakan sistem pajak secara umum atau untuk pengeluaran lain yang tidak ada hubungannya dengan isu iklim.

Dalam lima tahun pertama setelah kebijakan diterapkan, hanya Swiss, Prancis, dan Kanada yang secara jelas melakukan penyesuaian kebijakan secara bertahap.

Negara tersebut memulai dengan pajak rendah yang bisa diterima secara politis, lalu menaikkannya setelah koalisi pendukung menguat dan reformasi menjadi lebih mungkin.

Lebih lanjut, meskipun beberapa negara kemudian menaikkan pajak karbon yang menunjukkan bahwa penyesuaian kebijakan bertahap benar-benar terjadi, proses tersebut berjalan lambat. Bahkan, bisa memakan waktu hingga tiga dekade.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Swasta
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Swasta
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
LSM/Figur
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Pemerintah
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Pemerintah
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pemerintah
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
LSM/Figur
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Pemerintah
Sungai Jakarta 'Cemar Berat', Limbah Domestik Sumber Utamanya
Sungai Jakarta "Cemar Berat", Limbah Domestik Sumber Utamanya
LSM/Figur
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
Pemerintah
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
LSM/Figur
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
LSM/Figur
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
Pemerintah
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau