Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panas dan Kelembaban Ekstrem Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung

Kompas.com - 18/08/2025, 17:34 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Earth com

KOMPAS.com - Analisis baru yang dipublikasikan di Science of The Total Environment menunjukkan ada peningkatan risiko masalah jantung yang disebabkan oleh cuaca.

Para peneliti di Dhaka, Bangladesh melaporkan bahwa peluang kunjungan gawat darurat terkait penyakit kardiovaskular naik enam kali lipat pada hari-hari yang sangat panas dan sangat lembap, dibandingkan dengan hari-hari yang panas tetapi udaranya jauh lebih kering.

Melansir Earth, Minggu (17/8/2025) Kelembapan penting karena keringat harus menguap untuk mendinginkan tubuh, dan udara yang mengandung air menghambat penguapan.

Tekanan yang dihasilkan meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan aliran darah ke kulit, dan dapat membebani jantung dengan kerja ekstra yang tidak dapat ditanggung sebagian orang.

Suhu lembap adalah kombinasi berbahaya yang meningkatkan beban kerja jantung, dan analisis baru ini menyoroti bahwa peringatan cuaca yang ada saat ini tidak cukup untuk menunjukkan bahaya tersebut.

Baca juga: Panas Ekstrem Membunuh Burung Tropis, Bikin Populasinya Anjlok

“Temuan ini menunjukkan bahwa kita perlu mempertimbangkan panas dan kelembapan secara bersamaan ketika kita membahas kebijakan perubahan iklim apa pun,” kata penulis pertama studi Mostafijur Rahman yang juga asisten profesor ilmu kesehatan lingkungan di Celia Scott Weatherhead School of Public Health (SPH) dan Kedokteran Tropis di Tulane University.

“Semoga pemerintah akan terdorong untuk mengembangkan sistem peringatan dini bagi kota-kota tentang panas dan kelembapan yang berbahaya. Kita tahu panas ekstrem dapat berdampak negatif terhadap kesehatan, tetapi saya tidak pernah menyangka peningkatan risiko sedrastis ini jika kelembapan tinggi juga diperhitungkan,” terangnya lagi.

Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suhu ekstrem yang panas menjadi lebih sering dan lebih intens seiring dengan pemanasan planet.

Mengatasi permasalahan tersebut, akses ke tempat-tempat yang memiliki pendingin pun menjadi hal yang krusial.

Namun di sisi lain hanya sedikit tempat yang memiliki fasilitas tersebut.

Contohnya saja, laporan survei nasional terbaru di Bangladesh menunjukkan bahwa hanya sekitar 2,28 persen rumah tangga yang memiliki AC pada tahun 2023, meningkat 1,6 persen pada 2021.

Berdasarkan analisis global, Bangladesh termasuk di antara negara-negara dengan populasi besar yang memiliki risiko tinggi karena kurangnya akses terhadap pendinginan yang terjangkau dan berkelanjutan.

Kesenjangan tersebut menciptakan paparan bahaya yang tidak dapat dihindari dengan mudah oleh individu, terutama selama periode gelombang panas yang berlangsung beberapa hari.

“Ada miliaran orang di seluruh dunia, dari Asia Tenggara hingga Afrika, yang secara langsung terdampak oleh kenaikan suhu tetapi memiliki sedikit akses ke AC,” kata Rahman.

Adaptasi dengan panas dan kelembapan akhirnya menjadi cara untuk mengurai permasalahan ini.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Swasta
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Swasta
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
LSM/Figur
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Pemerintah
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Pemerintah
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pemerintah
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
LSM/Figur
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Pemerintah
Sungai Jakarta 'Cemar Berat', Limbah Domestik Sumber Utamanya
Sungai Jakarta "Cemar Berat", Limbah Domestik Sumber Utamanya
LSM/Figur
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
Pemerintah
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
LSM/Figur
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
LSM/Figur
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
Pemerintah
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau