KOMPAS.com - Di banyak industri, kecerdasan buatan (AI) disebut-sebut sebagai terobosan besar.
Namun, survei terbaru terhadap para profesional di bidang keberlanjutan menunjukkan bahwa antusiasme terhadap potensi AI dalam membantu hasil keberlanjutan yang positif tidak terlalu tinggi.
Berdasarkan data dari mitra Trellis, GlobeScan, bersama ERM dan Volans, ditemukan perbedaan pandangan yang tajam di berbagai wilayah mengenai AI dan keberlanjutan.
Melansir Trellis, Jumat (15/8/2025) sebanyak 60 persen pakar di wilayah Asia-Pasifik dan 58 persen di Amerika Latin dan Karibia percaya AI dapat memberikan dampak positif pada keberlanjutan dalam lima tahun ke depan.
Namun, optimisme ini tidak terlalu tinggi di wilayah lain. Hanya 48 persen pakar di Afrika dan Timur Tengah, 41 persen di Eropa, serta 38 persen di Amerika Utara yang memiliki pandangan serupa.
Pola serupa terlihat pada para pakar keberlanjutan di wilayah Asia-Pasifik (80 persen) dan Amerika Latin dan Karibia (72 persen) yang juga menunjukkan antusiasme lebih besar terhadap R&D dan inovasi teknologi secara umum sebagai penggerak keberlanjutan.
Baca juga: Hanya 2 Persen Perusahaan Penuhi Standar AI Bertanggung Jawab
Sementara itu, pakar dari Amerika Utara (68 persen) dan Eropa (68 persen), meski juga sangat optimis, lebih berhati-hati dalam melihat potensi kemajuan keberlanjutan dalam jangka pendek.
Para pakar di Afrika dan Timur Tengah bahkan menunjukkan antusiasme yang lebih rendah terhadap AI (64 persen).
Meskipun AI semakin diakui sebagai penggerak transformatif untuk keberlanjutan, temuan-temuan ini menunjukkan bahwa adopsi dan nilai yang dirasakan dari AI sangat dipengaruhi oleh konteks regional dan pandangan masyarakat.
Namun, tingginya optimisme di wilayah Asia-Pasifik mungkin mencerminkan gabungan dari beberapa faktor, seperti misalnya Minat yang tinggi terhadap transformasi digital di banyak negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Kemudian juga adanya strategi nasional yang berfokus pada pengembangan AI seperti di China, Singapura, dan Korea Selatan. Selain itu juga tingkat investasi publik dan swasta yang tinggi pada solusi berbasis teknologi.
Baca juga: Menemukan Keseimbangan antara Produktivitas dan Ketahanan Data lewat AI
Sementara itu sikap skeptis di Amerika Utara diikuti oleh Eropa sangat patut diperhatikan, mengingat kawasan ini adalah pusat global pengembangan AI.
Meskipun menjadi pemimpin inovasi, banyak pakar di Amerika Utara tetap khawatir dengan dampak AI terhadap keberlanjutan, karena adanya isu tata kelola, privasi, dan biaya lingkungan.
Hal ini menekankan pentingnya bagi perusahaan AI dan teknologi terkemuka untuk membantu menciptakan kontrak sosial yang membangun kepercayaan, menjamin akuntabilitas, dan menyelaraskan kemajuan AI dengan harapan masyarakat secara lebih luas.
Baca juga: Staf Maskapai Dunia Desak Industri Penerbangan Percepat Aksi Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya