KOMPAS.com - Setiap harinya, makanan dalam jumlah yang sangat besar dibuang begitu saja. Meskipun pemerintah berusaha dengan kebijakan baru, supermarket gencar berkampanye, dan restoran memberikan anjuran halus, tumpukan sampah makanan tetap ada. Sementara di sisi lain jutaan orang di luar sana kelaparan.
Hal ini membuat para peneliti di University of Portsmouth mencoba menjawab apakah pesan-pesan seperti “hemat” atau “manfaatkan lagi” benar-benar efektif untuk mengatasi sampah makanan?
Untuk menguji hal ini, para peneliti melibatkan 95 peserta dalam studinya.
Beberapa peserta menerima anjuran untuk hemat, sementara yang lain menerima anjuran yang bersifat materialistis.
Setelah itu, mereka diberi tugas untuk memutuskan apakah akan menyimpan atau membuang bahan makanan pada berbagai tingkat kesegaran.
Tujuannya adalah untuk melihat apakah isyarat cepat seperti anjuran hemat dapat mengubah perilaku untuk menyimpan makanan atau apakah kebiasaan jangka panjang yang lebih mendalam terbukti lebih berpengaruh dalam menghindari pemborosan makanan?
Baca juga: Jamur Bisa Ubah Food Waste Jadi Masakan Mewah
Hasilnya, seperti dikutip dari Earth, Sabtu (30/8/2025), kebiasaan jangka panjang seseoranglah yang paling berpengaruh pada seseorang untuk lebih berhemat soal makanan, bukan sekadar pesan singkat.
Orang-orang yang sudah memiliki pandangan hemat cenderung membuang lebih sedikit.
Sebaliknya, mereka yang memiliki kecenderungan hemat yang lebih lemah lebih mudah terpengaruh, terutama oleh sinyal materialistis yang menekankan kelimpahan dan konsumsi.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai yang kuat dapat mengalahkan pengaruh eksternal. Ketika berhemat menjadi kebiasaan, orang-orang tetap konsisten meskipun dikelilingi oleh pesan-pesan yang mempromosikan kelebihan dan konsumsi.
Sehingga tanpa nilai-nilai yang kuat, isyarat bahkan bisa mendorong sebagian orang untuk lebih boros.
Untuk dampak nyata, studi ini menunjukkan bahwa kebiasaan yang konsisten dan pola pikir yang tertanam jauh lebih penting daripada anjuran.
"Temuan kami menyiratkan bahwa anjuran atau isyarat sesaat tidak cukup untuk mengubah perilaku pemborosan makanan," kata Steven Iorfa, penulis utama dan mahasiswa doktoral di University of Portsmouth.
"Kebiasaan hemat sehari-hari yang sudah mendarah daginglah yang benar-benar menciptakan perubahan," katanya lagi.
Peneliti pun menunjukkan program pendidikan sebagai cara yang lebih baik untuk menanamkan kebiasaan tersebut.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya