KOMPAS.com - Dunia keuangan berubah cepat. Krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan ketimpangan sosial mendorong sektor keuangan beradaptasi.
Pembiayaan berkelanjutan kini bukan sekadar menyalurkan dana ke proyek hijau, tetapi memastikan setiap investasi mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Chief Sustainability Officer DBS Bank, Helge Muenkel, dalam pernyataannya pada Jumat (24/10/2025) menyebut lima tren yang membentuk arah baru pembiayaan berkelanjutan:
Transition finance membantu sektor yang belum sepenuhnya hijau beralih menuju emisi rendah, termasuk industri energi, manufaktur, dan pertanian. Pendekatan ini penting bagi negara berkembang seperti Indonesia yang masih bergantung pada energi fosil, karena memungkinkan pembangunan tetap berjalan sambil menurunkan emisi.
Transisi menuju net zero memerlukan instrumen baru seperti carbon credit dan transition credit. DBS bersama Temasek, Singapore Exchange, dan Standard Chartered mendirikan Climate Impact X (CIX) untuk membangun pasar karbon global yang kredibel. Inovasi ini mengaitkan kinerja iklim dengan nilai ekonomi, menyalurkan modal ke proyek berdampak nyata.
Baca juga: Wamen LH: Banyak Janji Pendanaan Iklim dari Negara Maju Tanpa Realisasi
Perusahaan yang menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) terbukti lebih tangguh menghadapi volatilitas global. Menurut Helge, keberlanjutan bukan beban moral, tapi strategi bisnis cerdas yang memperkuat daya saing jangka panjang.
Lebih dari 55 persen PDB global bergantung pada alam. Indonesia, dengan 20 persen hutan mangrove dunia, memiliki potensi besar melalui Nature-Based Solutions (NBS) seperti restorasi mangrove dan rehabilitasi gambut. Investasi di sektor ini tidak hanya menurunkan emisi, tapi juga menjaga ekonomi pesisir dari bencana.
Transisi hijau tak bisa dicapai sendiri. Bank DBS menjalankan model blended finance bersama ADB dan IFC untuk membiayai penyediaan air bersih bagi jutaan warga di Jabodetabek, contoh nyata kemitraan publik-swasta yang mempercepat pembiayaan berkelanjutan.
Transformasi keuangan global kini bergerak ke arah yang lebih inklusif dan bertanggung jawab. Dari inovasi hingga kolaborasi, pembiayaan berkelanjutan menjadi fondasi ekonomi baru, bukan hanya untuk tumbuh, tetapi untuk bertahan.
Helge menekankan, "Pembiayaan berkelanjutan bukan lagi sekadar tren, tetapi kebutuhan mendesak untuk menjaga ketahanan bisnis jangka panjang dan stabilitas ekonomi."
"Kita perlu mengubah cara pandang terhadap kemajuan, dari sekadar mengejar pertumbuhan jangka pendek menjadi menciptakan kesejahteraan jangka panjang bagi manusia dan alam," imbuhnya.
Baca juga: RI Usulkan Pendanaan Iklim Rp 1,4 T ke GCF untuk Pangkas Emisi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya